REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menilai, pengiriman persenjataan Barat ke Ukraina berarti aliansi NATO pada dasarnya terlibat dalam perang dengan Rusia. Moskow memandang senjata-senjata ini sebagai target yang sah.
"Senjata-senjata ini akan menjadi target yang sah bagi militer Rusia yang bertindak dalam konteks operasi khusus," kata Lavrov kepada televisi pemerintah dalam sebuah wawancara yang diunggah di laman Kementerian Luar Negeri.
"Fasilitas penyimpanan di Ukraina barat telah menjadi sasaran lebih dari sekali (oleh pasukan Rusia). Bagaimana mungkin tidak?" kata Lavrov."
NATO, kata Lavrov, pada dasarnya, terlibat dalam perang melawan Rusia melalui negara lain dan mempersenjatai negara itu. Perang berarti perang.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS menggunakan deklarasi darurat yang pertama kali selama pemerintahan Biden untuk menyetujui kemungkinan penjualan amunisi senilai 165 juta dolar AS (Rp2,38 triliun) ke Ukraina.
"Persetujuan penjualan amunisi itu untuk membantu Ukraina mempertahankan diri terhadap invasi Rusia yang sedang berlangsung," kata Pentagon.
Pemerintah Ukraina telah meminta untuk membeli berbagai senjata yang disebut sebagai amunisi tidak standar, yang merujuk pada amunisi tidak sesuai dengan standar NATO.
Pentagon mengatakan paket itu dapat mencakup amunisi artileri untuk howitzer, tank, dan peluncur granat seperti peluru 152mm untuk 2A36 Giatsint; Peluru 152mm untuk meriam D-20; VOG-17 untuk peluncur granat otomatis AGS-17; Amunisi 125mm HE untuk peluru T-72 dan 152mm untuk 2A65 Msta.