Selasa 26 Apr 2022 16:05 WIB

Mbah Asri Harap Erupsi Gunung Anak Krakatau Tidak Timbulkan Bencana

Mbah Asri berharap erupsi Gunung Anak Krakatau tidak menimbulkan bencana.

Red: Bilal Ramadhan
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten. Mbah Asri berharap erupsi Gunung Anak Krakatau tidak menimbulkan bencana.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten. Mbah Asri berharap erupsi Gunung Anak Krakatau tidak menimbulkan bencana.

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Mbah Asri, seorang nenek berusia 95 tahun di Desa Muruy, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten kini menjaga dan merawat makam korban letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang kala itu mengakibatkan terjadi gelombang tsunami.

Bencana letusan Gunung Krakatau pada masa itu telah menimbulkan korban jiwa sekitar 36 ribu warga pesisir Pantai Banten dan Lampung. Gelombang pengungsi pascabencana letusan Gunung Krakatau itu untuk wilayah pantai Carita dan Labuan tersebar di Kecamatan Menes dan Kecamatan Jiput, karena lokasinya tidak begitu berjauhan.

Baca Juga

Ribuan pengungsi itu kondisinya mengalami luka-luka, sakit hingga kerawanan pangan.Bencana dahsyat letusan Gunung Krakatau hingga abu vulkaniknya sampai ke Benua Eropa. Bencana Gunung Krakatau itu juga menyebabkan banyak korban meninggal dunia di lokasi pengungsian di Desa Muruy, Kecamatan Menes yangmenjadi bukti sejarah.

Kawasan pemakaman korban letusan Gunung Krakatau hingga kini masih utuh yang ditandai dengan bebatuan. Diperkirakan pengungsi korban Gunung Krakatau di Desa Muruy puluhan orang meninggal dan kebanyakan warga Caringin, Labuan.

Pemakaman korban letusan Gunung Krakatau sudah jarang bahkan tidak pernah lagi dikunjungi sanak keluarganya untuk berziarah baik saat Ramadhan maupun menjelang Idul Fitri.

"Kami setiap hari membersihkan dan merawat makam korban Gunung Krakatau dengan menyapu, " kata Mbah Asri di Pandeglang, Selasa (26/4/2022).

Mbah Asri warga asli Muruy mengurus dan merawat makam seluas 1.000 meter persegi itu kebanyakan korban Gunung Krakatau juga sebagian lainnya warga setempat.Merawat dan menjaga pemakaman itu dengan ikhlas tanpa imbalan, karena merupakan bagian sejarah.

"Letusan Gunung Krakatau cukup dahsyat dan jangan sampai kembali terjadi bencana," katanya.

Masyarakat setempat tidak mengharapkan bencana tsunami di sekitar pantai Carita, Labuan, Panimbang hingga Sumur yang terjadi pada 2018 longsoran Gunung Anak Krakatau cukup terakhir.

"Kami berharap saat ini status Gunung Anak Krakatau Siaga Level III tidak menimbulkan bencana, " katanya menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement