Selasa 26 Apr 2022 16:25 WIB

Pada Jepang, Kepulauan Solomon Pastikan tak Ada Pangkalan Militer China

Kepulauan Solomon tidak berniat mengizinkan China mendirikan pangkalan militer

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Kepulauan Solomon Mannaseh Sogavare memberitahu delegasi Jepang, ia tidak berniat mengizinkan China mendirikan pangkalan militer di negaranya.
Foto: Thomas Peter/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Kepulauan Solomon Mannaseh Sogavare memberitahu delegasi Jepang, ia tidak berniat mengizinkan China mendirikan pangkalan militer di negaranya.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Kepulauan Solomon Mannaseh Sogavare memberitahu delegasi Jepang, ia tidak berniat mengizinkan China mendirikan pangkalan militer di negaranya. Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, Selasa (26/4/2022).

Pada awal bulan ini China menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon. Washington dan sekutu-sekutunya khawatir perjanjian itu akan memperluas kehadiran militer China di kawasan.

Baca Juga

Dalam pernyataannya Kamis (21/4/2022) lalu  Kepala Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan perjanjian keamanan antara China dan Kepulauan Solomon mungkin akan berdampak pada keamanan di kawasan. Matsuno mengatakan hal ini akan menjadi topik pembahasan antara pemerintah Jepang dan Selandia Baru.

"Perjanjian ini tampaknya akan memiliki dampak pada keamanan seluruh kawasan, maka kami memantaunya dengan kekhawatiran," kata Matsuno dalam konferensi pers.

Di hadapan parlemen Rabu (19/4/2022) Sogavare mengatakan pakta keamanan dengan China tidak akan merusak perdamaian dan keharmonisan di kawasan. Sogavare mengkonfirmasi pakta tersebut telah ditandatangani menteri luar negeri dua negara.

Penandatangan itu dilakukan satu hari sebelum delegasi Gedung Putih yang dipimpin Koordinator wilayah Indo-Pasifik Kurt Campbell tiba di Honiara. Kedatangannya untuk menyoroti kekhawatiran Canberra tentang potensi keberadaan militer China di Kepulauan Solomon.

Negeri Kanguru terletak kurang dari 2.000 kilometer dari negara kepulauan Pasifik tersebut. Amerika Serikat (AS), Jepang, Selandia Baru dan Australia berbagi keprihatinan mengenai pakta keamanan tersebut.

"Dan merupakan resiko serius pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Gedung Putih dalam pernyataannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement