REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Raksasa drone China, DJI Technology Co akan menangguhkan bisnisnya di Rusia dan Ukraina untuk sementara. Penangguhan ini bertujuan untuk memastikan produknya tidak digunakan dalam pertempuran.
DJI Technology adalah perusahaan besar China pertama yang menghentikan penjualan di Rusia. Seorang juru bicara DJI mengatakan, penangguhan bisnisnya di Rusia dan Ukraina bukan bertujuan untuk menyatakan sikap tentang negara mana pun, tetapi untuk menegaskan prinsip-prinsip perusahaan.
"Kami tidak mau drone kami menyebabkan kerusakan, dan kami untuk sementara menangguhkan penjualan di negara-negara ini untuk membantu memastikan tidak ada yang menggunakan drone kami dalam pertempuran," ujar pernyataan DJI.
Seorang perwakilan perusahaan mengatakan, bulan lalu sebuah video menunjukkan militer Rusia menggunakan produk DJI. Tetapi perusahaan belum dapat mengonfirmasi video itu, dan perusahaan tidak memiliki kendali atas penggunaan produknya.
Sebelumnya, pejabat dan warga Ukraina menuduh DJI membocorkan data militer Ukraina ke Rusia. Tuduhan ini dibantah oleh perusahaan. Sejauh ini, perusahaan-perusahaan China tetap beroperasi di Rusia maupun Ukraina, sejalan dengan sikap Beijing untuk menahan diri dari kritik terhadap konflik tersebut.
DJI tidak merilis informasi keuangan, tetapi firma riset Drone Analyst memperkirakan bahwa perusahaan tersebut memiliki pendapatan perangkat keras sebesar 2,9 miliar dolar AS pada 2020.
Penarikan perusahaan China berisiko mendapat reaksi balik dari publik Beijing. Pada Februari, raksasa ride-hailing Didi Global membatalkan keputusan untuk meninggalkan Rusia dan Kazakhstan, setelah pengguna media sosial domestik menuduhnya menyerah pada tekanan AS. Sementara perusahaan telekomunikasi Huawei Technologies juga berada di bawah pengawasan apakah mereka berencana untuk tetap melanjutkan bisnisnya di Rusia.