REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengadilan Administratif Tertinggi Prancis menolak banding dari Kementerian Dalam Negeri Prancis yang bertujuan menutup sebuah masjid di kota barat daya Pessac, Masjid Al Farouk, selama enam bulan. Pada Selasa lalu, Conseil d'Etat menolak banding tersebut. Mereka menganggap penutupan masjid sebagai bentuk pelanggaran serius dan ilegal terhadap kebebasan beribadah.
Kantor Kementerian Dalam Negeri setempat pertama kali menutup masjid selama enam bulan pada 14 Maret dengan alasan masjid telah mempromosikan Islam radikal, menghasut kebencian, dan membenarkan terorisme. Pengadilan tata usaha setempat menangguhkan penutupan 10 hari kemudian, sebuah keputusan yang diajukan banding oleh pemerintah.
Dikutip TRT World, Rabu (27/4/2022), penolakan banding merupakan momen pertama kalinya pengadilan tidak mendukung keputusan pemerintah untuk menutup sebuah masjid berdasarkan Memo Putih. Itu adalah dokumen yang disusun oleh Badan Intelijen Prancis yang tunduk dengan tren penutupan masjid oleh pihak berwenang menggunakan rangkaian kekuasan. Menurut kelompok hak asasi manusia (HAM) dan pengacara, hal itu telah melanggar kebebasan demokratis.
Di antara tuduhan awal terhadap masjid Pessac adalah berbagi pandangan pro-Palestina di media sosial yang dianggap mendukung anti-semit atau pesan dukungan kepada kepribadian serta organisasi yang mempromosikan Islam radikal. Namun, pengacara masjid Sefen Guez Guez mengatakan tidak ada tuduhan tersebut yang benar, termasuk menghubungkan antara aktivitas masjid dan menghasut terorisme. Dia menyebut masjid Pessac adalah tempat ibadah yang terbuka dan damai.
“Keputusan itu menetapkan preseden hukum yang akan memperlambat penutupan masjid berturut-turut yang telah kita lihat beberapa bulan terakhir ini,” kata Guez.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri mengatakan telah mencatat keputusan tersebut dan menolak berkomentar lebih lanjut.