Rabu 27 Apr 2022 23:01 WIB

Seorang Pasien di Inggris Menderita Covid-19 Selama 1,5 Tahun

Pasien yang menderita Covid-19 hampir 1,5 tahun memiliki sistem imun lemah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Pasien yang menderita Covid-19 hampir 1,5 tahun memiliki sistem imun lemah.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pasien yang menderita Covid-19 hampir 1,5 tahun memiliki sistem imun lemah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pasien di Inggris yang memiliki sistem imun sangat lemah menderita Covid-19 selama hampir 1,5 tahun. Kasus ini tercatat sebagai infeksi terlama yang dilaporkan di Inggris.

“Tidak ada cara pasti untuk tahu apakah itu infeksi Covid-19 yang bertahan paling lama, karena tidak semua orang dites secara rutin. Tetapi 505 hari, jelas jadi infeksi terlama yang dilaporkan,” kata Ahli penyakit menular di NHS Foundation Trust, Dr Luke Blagdon Snell seperti dilansir dari AP, Rabu (27/4/2022).

Baca Juga

Snell mengatakan, kasus ini semakin mempertegas pentingnya melindungi kelompok rentan dari Covid-19. Tim Snell berencana mempresentasikan beberapa kasus Covid-19 terlama (persisten) pada forum penyakit menular di Portugal akhir pekan ini.

Studi mereka menyelidiki mutasi mana yang muncul pada orang dengan infeksi terlama. Ini melibatkan sembilan pasien yang dites positif Covid-19 setidaknya selama delapan minggu. Semuanya memiliki sistem kekebalan yang lemah akibat transplantasi organ, HIV, kanker, atau pengobatan penyakit lain. 

Tes berulang menunjukkan, infeksi mereka bertahan selama rata-rata 73 hari. Dua memiliki virus selama lebih dari setahun. Sebelumnya, kata peneliti, kasus terlama yang dikonfirmasi dengan tes PCR berlangsung selama 335 hari. COVID-19 yang persisten jarang terjadi dan berbeda dengan long covid.

“Long Covid umumnya diasumsikan virus telah bersih dari tubuh namun gejalanya tetap ada. Sementara infeksi persisten itu replikasi virusnya masih aktif dan berkelanjutan,” jelas Snell.

Setiap kali peneliti menguji pasien, mereka menganalisis kode genetik virus untuk memastikan itu adalah jenis yang sama dan bahwa peserta tidak terkena Covid-19 lebih dari sekali. Namun, sekuensing genetik menunjukkan bahwa virus berubah dari waktu ke waktu, bermutasi saat beradaptasi.

Orang dengan infeksi terlama yang diketahui, dinyatakan positif pada awal 2020, dirawat dengan obat antivirus remdesiver dan meninggal sekitar tahun 2021. Para peneliti menolak menyebutkan penyebab kematian dan mengatakan orang tersebut memiliki beberapa penyakit bawaan.

Lima pasien selamat. Dua sembuh dari infeksi tanpa pengobatan, dua sembuh setelah perawatan dan satu masih positif Covid-19. Pada tindak lanjut terakhir awal tahun ini, infeksi pasien itu telah berlangsung 412 hari. Para peneliti berharap lebih banyak perawatan yang dikembangkan untuk membantu mereka mengalahkan virus.

“Kita perlu berhati-hati bahwa ada beberapa orang yang lebih rentan terhadap masalah ini seperti infeksi terus-menerus dan penyakit parah,” kata Snell.

Meskipun infeksi persisten jarang terjadi, para ahli mengatakan ada banyak orang dengan sistem kekebalan terganggu yang tetap berisiko terkena Covid-19 parah di tengah pencabutan mandat masker di AS.

“Dan tidak selalu mudah untuk mengetahui siapa saja yang mengalami gangguan kekebalan. Memakai masker di tengah keramaian adalah hal yang perlu dilakukan untuk melindungi orang lain,” kata Dr Wesley Long, ahli patologi di Houston Methodist di Texas, yang tidak termasuk dari penelitian.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement