REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun mengaku telah menonaktifkan kepala perwakilan BPK Jawa Barat (Jabar). Dia dinonaktifkan menyusul kasus dugaan suap yang diberikan Bupati Ade Yasin terkait laporan keuangan pemerintah kabupaten Bogor.
"Sejalan dengan hal tersebut, kami sudah menonaktifkan kepala perwakilan BPK provinsi Jabar demikian juga dengan beberapa staff yang menjadi tim pemeriksa untuk kasus ini," kata Isma Yatun di Jakart, Kamis (28/4).
Dia mengatakan, BPk juga akan memproses seluruh pegawai yang diduga terlibat dalam peristiwa korupsi ini. Dia memastikan kalau pegawai yang terlibat bakal ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui majelis kode etik di BPK.
Dia mengaku, BPK berkomitmen untuk menegakan nilai-nilai dasar yaitu integritas, idependensi dan profeionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas. Kata dia, nilai-nilai tersebut menjadi landasan institusi dan dilakasan oleh seluruh individu pegawai BPK di manapun berada.
Seperi diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Ade Yasin sebagai tersangka suap pengurusan laporan keuangan. Suap diberikan agar pemerintah kabupaten Bogor mendapatkan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Jawa Barat.
KPK menetapkan delapan tersangka dari perbuatan menyimpang tersebut. Mereka adalah Bupati Ade Yasin, Sekretaris Dinas PUPR, Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD, Ihsan Ayatullah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR, Rizki Taufik sebagai pemberi suap.
Sedangkan tersangka penerima suap yakni sejumlah pegawai BPK Jawa Barat seperti Kasub Auditorat Jabar III / Pengendali Teknis, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor, Arko Mulawan dan dja orang pemeriksa, Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operssi tangkap tangan (OTT) KPK. Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar, terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta.
Dalam kasus suap ini, BPK melakukan audit mulai Februari hingfa April 2022. Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh Ade Yasin melalui Ihsan dan Maulana pada tim pemeriksa dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar.