REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior Fellow Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte mengatakan, persepsi publik dibutuhkan bagi lembaga penegak hukum. Pasalnya, program dan kerjanya harus diawasi selama proses penegakan hukum.
"Selanjutnya penegak hukum ini memang harus diawasi, karena dia merupakan institusi yang diberikan kepercayaan," ujar Philips dalam sebuah diskusi yang digelar Indikator Politik Indonesia, Kamis (28/4/2022).
Ia menjelaskan, lembaga penegak hukum merupakan pihak yang memiliki kuasa yang lebih ketimbang masyarakat sipil. Apalagi kerap terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparat penegak hukum.
"Mungkin pada banyak hal, seperti polisi atau tadi ada TNI dan lain-lain itu ada power yang diberikan kepada mereka. Sehingga hubungannya dengan masyarakat menjadi asimetris, karena itu kita tentu harus mengawasi dan survei," ujar Philips.
Kendati demikian, pendapat publik terkait lembaga penegak hukum dapat menjadi pisau bermata dua. Pasalnya, hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan dalam penegakan hukum atas suatu kasus yang menyita perhatian publik.
"Saya kira ketika penilaian masyarakat dalam tingkat persepsi diberikan secara umum, mungkin dia akan menjadi masukan. Namun ada beberapa hal spesifik yang bisa jadi, misalnya kita harus berhati-hati trial by the mass," ujar Philips.
Ia mencontohkan satu kasus yang saat ini menyita perhatian publik, yakni dugaan korupsi penerbitan izin ekspor crude palm oil (CPO). Pendapat publik saat ini tentu meminta agar para pelaku yang terbukti dihukum mati, karena berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat.
Namun di sisi lain, ada pihak lain yang tak mendukung hal tersebut, karena satu alasan dan lain hal. "Itu saya kira akan memengaruhi hakim, memengaruhi pembelaannya, jaksanya, sehingga mungkin di sini kita harus pengawasan publik ini pisau bermata dua. Berbeda dengan sistem jury di Amerika yang dia diisolasi, dia tidak bisa melihat berita, dilihat betul apakah punya latar belakang yang dapat mempengaruhi informasi," ujar Philips.
Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru terkait kondisi penegakan hukum nasional. Hasilnya sebanyak 33,9 persen mengatakan bahwa kondisi penegakan hukum di Indonesia sangat baik dan baik.
"Dari sisi penegakan hukum yang mengatakan kondisi penegakan hukum nasional membaik itu sedikit lebih banyak ketimbang yang mengatakan buruk, yang mengatakan buruk atau sangat buruk 29,6 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
Berdasarkan tren kondisi penegakan hukum nasional, jika dibanding dengan hasil survei 14-19 April 2022 lalu, yang mengatakan kondisi penegakan hukum nasional memburuk kurang lebih sama dengan hasil survei saat ini. Bedanya tren penurunan evaluasi positif terhadap penegakan hukum berhenti di survei kedua di bulan April ini.
"Sementara yang mengatakan penegakan hukum nasional mengalami perburukan sempat naik Februari sampai awal April tetap di tanggal 20-25 April, itu trennya berhenti," ujarnya.