REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari meminta DPR RI tak sembarangan saat melontarkan wacana revisi Undang-Undang Kedokteran. Ia mendesak DPR RI mendasarkan revisi dengan naskah akademik yang memadai.
Feri menyinggung rencana revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang mencuat setelah pemecatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Perubahan UU Kedokteran kalau didasarkan hanya karena pemecatan Pak Terawan menurut saya tidak masuk akal," kata Feri kepada Republika, Kamis (28/4/2022).
Feri meminta DPR RI menyiapkan naskah akademik berisi argumentasi revisi UU Kedokteran. Ia menekankan revisi sebuah regulasi wajib didasari pada kepentingan publik.
"Harus terdapat semacam naskah akademik atau analisis dampak peraturan jika kemudian diubah. Jadi bisa diketahui, apakah sebuah UU memang patut dan layak diubah karena faktor kebutuhan masyarakat luas bukan faktor pemecatan satu orang saja," ujar Feri.
Feri memandang DPR RI juga tak perlu takut wacana revisi UU Kedokteran gagal bila benar-benar dibutuhkan masyarakat. Ia berpesan agar rencana revisi itu harus didasari prinsip keterbukaan sejak awal pembahasan.
"Jadi bisa dilihat lebih dalam apa maksud perubahan dan tujuannya (revisi) melalui naskah akademik. Hal ini harus dilihat secara proporsional," ucap Feri.
Sebelumnya, Komisi IX membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran guna mengakomodasi organisasi lain di bidang kedokteran. Organisasi yang dimaksud adalah Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) yang baru saja dideklarasikan kubu Terawan.