Jumat 29 Apr 2022 16:13 WIB

Membayar Zakat Sebagai Cara Mendatangkan Keberkahan

Said Nursi menjelaskan tentang pentingnya sifat qanaah atau merasa cukup.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Warga menanti saat berbuka puasa (ngabuburit) di pelataran Masjid Terapung Amirul Mukminin, Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5/4/2022). Sebagian umat muslim di Makassar memilih menunggu saat berbuka puasa bersama keluarga dan kerabat di Anjungan Pantai Losari Makassar sambil menikmati matahari tenggelam (sunset). Membayar Zakat Sebagai Cara Mendatangkan Keberkahan
Foto: ANTARA/Abriawan Abhe/hp.
Warga menanti saat berbuka puasa (ngabuburit) di pelataran Masjid Terapung Amirul Mukminin, Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5/4/2022). Sebagian umat muslim di Makassar memilih menunggu saat berbuka puasa bersama keluarga dan kerabat di Anjungan Pantai Losari Makassar sambil menikmati matahari tenggelam (sunset). Membayar Zakat Sebagai Cara Mendatangkan Keberkahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama asal Turki Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan tentang pentingnya sifat qana'ah, yaitu sikap menerima dan merasa cukup dengan apapun yang telah dimiliki. Dia juga mengungkapkan zakat merupakan sebuah cara untuk mendatangkan keberkahan.

Dalam bukunya yang berjudul Misteri Puasa, Hemat, dan Syukur, Nursi mengatakan, sifat qana'ah yang muncul dari hidup hemat akan membukakan pintu syukur sekaligus menutup pintu keluhan sehingga manusia akan selalu bersyukur dan mengucapkan pujian sepanjang hidupnya.

Baca Juga

"Dengan qana’ah, ia takkan meminta penghargaan manusia karena merasa tidak butuh kepada mereka. Sehingga ia pun bersikap ikhlas dan tidak memiliki sifat riya'," jelas Nursi.

Nursi sendiri telah menyaksikan berbagai bahaya nyata dan kerugian besar akibat hidup yang berlebihan dan tidak hemat. Hal itu disaksikannya secara konkret dalam wilayah yang luas.

Diceritakan bahwa suatu hari Nursi mendatangi sebuah kota yang penuh berkah. Ketika itu sedang musim dingin sehingga Nursi tidak bisa melihat berbagai sumber kekayaan alam dan berbagai hal yang dihasilkan oleh kota tersebut.

Mufti kota itu kemudian berkata kepada Nursi, “Penduduk kami hidup miskin.” Ia berkali-kali mengulang perkataan tersebut. Mendengar hal itu, Nursi menjadi sangat tersentuh dan tergugah. Dia pun ikut merasakan kepedihan penduduk kota tersebut selama hampir enam tahun.

Delapan tahun kemudian, Nursi kembali ke sana. Kebetulan saat itu musim panas. Nursi pandangi kebun-kebun yang ada di kota tersebut. Lalu seketika Nursi teringat dengan ucapan almarhum mufti di atas. Nursi ucapkan, “Subhanallah! Hasil panen kebun-kebun ini melebihi kebutuhan seluruh penduduk kota. Mereka sangat mungkin menjadi orang-orang kaya!” Nursi pun terdiam heran.

Namun, beberapa saat kemudian Nursi mulai memahami hakikat sebenarnya yang tak bisa ditipu oleh kenyataan lahiriah, yaitu bahwa keberkahan telah diangkat dari kota ini akibat pola hidup boros dan berlebihan serta tidak mau hidup hemat.

Karena itu, menurut Nursi, pantaslah kalau mufti tadi berkata, “Penduduk kami hidup miskin,” meskipun sumber kekayaan alam yang mereka miliki sangat banyak.

"Ya, pengalaman dan kenyataan menunjukkan membayar zakat dan hidup hemat adalah faktor penyebab datangnya keberkahan dan tambahan nikmat. Sebaliknya, hidup berlebihan dan keengganan membayar zakat merupakan faktor penyebab hilangnya keberkahan," kata Nursi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement