REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Kota Medan, Sumatera Utara, OK Ardiansyah menyatakan berbagai persiapan tradisi menyambut Hari Raya Idul Fitri di Kota Medan lebih mengutamakan silaturahim antar-tetangga maupun kerabat terdekat."Kalau tradisi masyarakat Medan, khususnya Melayu hampir mirip. Cuma tak dilakukan di Istana Maimun, tetapi di rumah. Seperti "junjung duli" kita sama orang tua, kalau di Istana Maimun sama raja," ucap Ardiansyah di Medan, Jumat (29/4/2022).
Menurutnya, junjung duli merupakan tradisi Kesultanan Deli yang ratusan tahun sudah terjaga, dimulai subuh di Hari Raya Idul Fitri dengan berpakaian lengkap masyarakat Medan mendatangi Masjid Raya Al-Mashun yang dibangun pada tahun 1906.
Untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Masjid Raya Al-Mashun dimulai setelah Sultan Deli atau raja muda tiba di masjid dengan dijemput di pintu gerbang bersama mufti serta imam guna memulai shalat."Setelah Shalat Id usai, baru ada tradisi junjung duli. Ini juga berlaku bagi masyarakat umum yang masuk ke Istana Maimun. Junjung duli itu, tangan di atas kepala dengan jalan merangkak. Setelah itu baru dipersiapkan berbagai makanan Lebaran," tuturnya.
OK Ardiansyah yang bergelar Datuk Setia Amanah Kejuruan Metar Bilad Deli itu menyakini dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat, penyebaran COVID-19 di Kota Medan akan terus melandai."Insya Allah, tahun ini ramai dari tahun kemarin. Kami sendiri menyiapkan beberapa kegiatan di Tanah Deli, di antaranya di masjid Tanjung Mulia samping SPBU," terangnya.
Tradisi Lebaran setiap tahun yang dijalankan oleh masyarakat Medan ini merupakan bagian dalam meningkatkan kerukunan antar-umat beragama, khususnya di ibu kota Provinsi Sumatera Utara."Ini sangat bisa. Masyarakat adat Deli itu, bagaimana kita mengayomi masyarakat di Kota Medan. Kota Medan, Tanah Deli, dan masyarakat adat bukan hanya orang Melayu. Tapi, semua orang yang tinggal di Tanah Deli," terang Ardiansyah.