Jumat 29 Apr 2022 20:18 WIB

Simpanan Pemda di Bank Melonjak, Kemendagri: Pendapatan Daerah Lagi Naik

Kemenkeu temukan ada lonjakan simpanan pemda hingga Rp 202,35 triliun per Maret

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan, melonjaknya simpanan pemerintah daerah (pemda) di bank karena pendapatan daerah naik. Hal ini disampaikannya menanggapi temuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa ada lonjakan simpanan dana pemda di bank yang mencapai Rp 202,35 triliun per Maret 2022.
Foto: Istimewa
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan, melonjaknya simpanan pemerintah daerah (pemda) di bank karena pendapatan daerah naik. Hal ini disampaikannya menanggapi temuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa ada lonjakan simpanan dana pemda di bank yang mencapai Rp 202,35 triliun per Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan, melonjaknya simpanan pemerintah daerah (pemda) di bank karena pendapatan daerah naik. Hal ini disampaikannya menanggapi temuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa ada lonjakan simpanan dana pemda di bank yang mencapai Rp 202,35 triliun per Maret 2022.

"Dana pemda yang ada di bank itu adalah dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bukan semata-mata disimpan untuk mendapatkan keuntungan. Kalau dana tersebut belum digunakan, posisinya ada di bank. Bertambahnya dana di bank bisa disebabkan bertambahnya pendapatan daerah. Dengan pemasukan yang bertambah, tentu akan meningkat juga jumlahnya," ujar Fatoni dalam siaran persnya, Jumat (29/4).

Selagi pemda belum menggunakan dana tersebut, ditambah lagi dengan adanya pemasukan daerah. Meski demikian, dia menekankan pemda agar mampu mengoptimalkan penyerapan APBD.

Kemendagri juga akan memberikan sanksi apabila penyerapan APBD tersebut terlambat. Namun, sebelum disanksi, daerah dengan serapan APBD terlambat akan dibina terlebih dahulu.

"Dalam mekanisme pemerintahan tentu ada sanksi, tetapi juga ada pembinaan. Kita berikan pembinaan dulu, setelah itu diberikan sanksi, di antaranya penundaan dana perimbangan," kata Fatoni.

Dia menjelaskan, serapan anggaran dapat dilihat melalui dua sisi, yakni pendapatan dan belanja. Setiap daerah, lanjut dia, memiliki tingkat serapan berbeda-beda yang disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena dana transfer dari pusat ke daerah terlambat.

"Termasuk petunjuk teknisnya. Kalau petunjuk dari pusat segera turun, kegiatan cepat dilaksanakan, maka cepat terserap," tutur dia.

Di sisi lain, Fatoni menyampaikan, persoalan lain dalam upaya penyerapan APBD ialah adanya kendala terkait sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, sejumlah pejabat masih ada yang belum memahami regulasi pengelolaan keuangan daerah.

Karena itu, dia menekankan agar para pejabat yang ditempatkan di keuangan memiliki kompetensi dan kemampuan yang memadai. Selain itu, terlambatnya realisasi APBD dimungkinkan terjadi akibat terlambatnya proses lelang.

Dalam konteks ini, dia menilai masih ada proses lelang yang ditunda hingga akhir tahun. Selain itu, penunjukkan pejabat pengelola keuangan yang setiap tahun harus diajukan bisa menjadi penyebab terlambatnya penyerapan APBD.

Tak hanya itu, faktor teknis juga ditengarai turut menjadi penyebab terlambatnya realisasi APBD. Hal teknis ini seperti adanya sisa dana penghematan yang tidak terpakai, dana bagi hasil terlambat ditransfer dari provinsi ke kabupaten/kota, serta adanya kekhawatiran pengelola keuangan untuk menyetujui penggunaan anggaran seperti di masa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.

"Selain itu, faktor lainnya ialah adanya penetapan juknis Dana Alokasi Khusus (DAK), termasuk keterlambatan pembuatan laporan pertanggungjawaban," ucap Fatoni.

Dia mengatakan, terkait adanya stigma menghabiskan anggaran di akhir tahun, sering kali diakibatkan pihak ketiga yang mengajukan pembayarannya pada akhir tahun. Padahal, kata dia, pihak ketiga dapat mengajukannya per termin dan tidak perlu menunggu akhir tahun.

"Langkah yang diambil Kemendagri yaitu dengan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Misalnya dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), sehingga menghasilkan langkah percepatan seperti mengeluarkan Surat Edaran percepatan lelang, ada e-katalog, ada toko daring untuk percepatan pengadaan barang dan jasa," jelas Fatoni.

Dirinya juga menekankan, Kemendagri telah mengawal hal tersebut dengan melakukan analisa, evaluasi, dan supervisi. Selain itu, Kemendagri juga melakukan pendampingan bersama Kemenkeu bagi daerah yang serapan APBD-nya rendah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement