Malam Lailatul Qadar
Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Di antara keutamaan bulan Ramadhan yaitu adanya malam Lailatul Qadar. Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang paling berkah dan mulia yang dinamakan Lailatul Qadar. Pada malam inilah diturunkan Al-Qur’an.
Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apakah malam Qadr itu? Malam qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.” (Al-Qadr: 1-5).
Allah ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhan: 3-4).
Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir –rahimahullah– dan para ulama tafsir lainnya menjelaskan makna “malam yang diberkahi” dalam ayat di atas adalah malam Lailatul Qadar.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Sesungguhnya bulan yang penuh berkah telah datang kepada kalian. Allah ta’ala mewajibkan kalian puasa padanya. Di bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para syaitan diikat. Padanya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa dihalangi kebaikannya, maka ia benar-benar telah dihalangi (sangat rugi).” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Malam Lailatul Qadar itu hanya ada pada bulan Ramadhan, tidak ada pada bulan lainnya. Ini menunjukkan keutamaan bulan Ramadhan.
Allah ta’ala berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (Al-Baqarah: 185).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan tepatnya pada malam Lailatul Qadar. Dan sebagaimana dimaklumi, malam Lailatul Qadar ini hanya terdapat pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan dalam kitabnya Fathul Bari mengenai munasabah (kesesuaian atau hubungan) judul bab keutamaan Lailatul Qadar dengan firman Allah ta’ala surat Al-Qadr ayat 1-5, beliau berkata, “Munasabah firman Allah tersebut dengan judul bab adalah dari segi bahwa turunnya Al-Qur’an pada suatu waktu menunjukkan secara pasti keutamaan waktu itu. Dan dhamir (kata ganti) dalam firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya Kami menurunkannya” untuk Al-Qur’an, berdasarkan firman-Nya, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an…” (Al-Baqarah: 185), dan di antara keutamaan Lailatul Qadar yang dikandung oleh surat (Al-Qadr) adalah turunnya para malaikat padanya (malam tersebut).”
(Fathul Bari: 4/323).
Makna Lailatul Qadar
Para Ulama berbeda pendapat mengenai makna Lailatul Qadar. Menurut sebahagian ulama, makna Lailatul Qadar adalah malam kemuliaan. Dinamakannya dengan malam kemuliaan karena keagungan kedudukan, kemuliaan dan ketinggian malam ini di sisi Allah ta’ala. Karena Dia menurunkan Al-Qur’an yang memiliki kemuliaan, dengan perantara malaikat yang memilki kemuliaan, atas umat yang memiliki kemuliaan. Maka umat Islam menjadi mulia dan mempunyai kedudukan yang tinggi dengan turun Al-Qur’an.
Maka datangnya malam Lailatul Qadar pada setiap tahun untuk mengingatkan umat Islam bahwa jika umat ingin kemuliaan dan kedudukan yang tinggi, maka umat wajib kembali kepada Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai manhaj (pedoman hidup).
Sebahagian ulama lain berpendapat bahwa maknanya adalah malam ketetapan. Dinamakan malam Lailatul Qadar dengan malam ketetapan karena pada malam ini semua amalan manusia dan lainnya selama setahun ditetapkan berdasarkan firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. ” (Ad-Dukhan: 3-4).
Ibnu Qutaibah berkata, “Makna al-qadr adalah al-qadar (ketetapan). Maka makna Lailatul Qadar adalah malam yang ditetapkan hukum-hukum (ketetapan-ketetapan) Allah dalam setahun.
Ada juga yang berpendapat al-qadar itu bermakna adh-dhaiq berarti sempit. Maka makna malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit. Maksudnya malam yang bumi menjadi sempit dengan turunnya para malaikat. Makna ini diperkuat dengan ayat, “Namun, apabila Tuhan mengujinya, lalu membatasi rezkinya,” (Al-Fajr: 16).
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Para ulama berbeda pendapat dalam maksud Al-Qadar yang disandarkan kepada Lailah (malam). Ada ulama yang berpendapat maksudnya at-ta’zhim (pengagungan) sebagaimana firman Allah ta’ala, “Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya…” (Al-An’am: 91). Maknanya adalah malam yang mempunyai keagungan karena padanya turun Al-Qur’an, atau karena padanya terjadi turunnya para malaikat, atau karena padanya turun keberkahan, rahmat dan maghfirah, atau apa yang dihidupkan padanya menjadi mulia. Ada juga ulama yang berpendapat maknanya at-tadhyiq (penyempitan), sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan orang yang terbatas rezkinya” (Ath-Thalaq: 7). Makna ath-thadyiq padanya (malam ini) adalah tersebunyinya malam ini dari pengetahuan secara pastinya, atau karena dunia sempit padanya dengan para malaikat. Ada juga yang berpendapat bahwa al-qadar disini dengan fahah dal yang bermakna sama dengan al-qadha’ (ketetapan). Maknanya pada malam ini ditetapkan hukum-hukum tahun itu sebagaimana firman Allah ta’ala, “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhan: 4). Dengan inilah imam An-Nawawi memulai perkataannya, ia berkata, “Para ulama telah berkata, dinamakan Lailatul Qadar karena para malaikat menulis ketetapan-ketetapan sebagaimana firman Allah ta’ala, “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh.” (Ad-Dukhan: 4). Dan diriwayatkan dengan makna ini oleh Abdurrazaq dan lainnya dari para ulama tafsir dengan sanad-sanad yang shahih dari Mujahid, Ikrimah, Qatadah, dan lainnya.” (Fathul Bari: 4/324).
Syaikh Al-U’tsaimin berkata, “Dinamakan malam Lallatul Qadar karena dua segi: Pertama, karena pada malam itu amalan-amalan manusia dan lainnya dalam setahun ditetapkan. Dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh. ” (Ad-Dukhan: 3-4). Yakni dirinci dan dijelaskan. Kedua; kemuliaan itu – yakni Lailatul Qadar berarti malam yang memilik kemuliaan, karena kedudukannya sangat agung. Hal itu ditunjukkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya, ““Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar. Tahukah kamu apa malam Lailatul Qadr itu? Malam lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (Al-Qadr: 1-3). (Syarhu Riyadhish Shalihin: 5/221-222)
Malam Lailatul Qadar itu disediakan oleh Allah ta’ala di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– melihat Lailatul Qadar dalam mimpi pada tujuh malam terakhir, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Aku lihat mimpi kalian sepakat dalam tujuh malam yang terakhir, maka barangsiapa yang benar-benar mencarinya, hendaknya mencarinya pada tujuh malam yang terakhir.” (Muttafaq ‘alaih).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– ia bersabda, “Carilah oleh kalian sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Jika salah seorang dari kalian lemah maka janganlah ia meninggalkan tujuh malam terakhir.” (HR..Muslim)
Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk mencari malam Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan bersungguh-bersungguh dalam beribadah dan melakukan itikaf (berdiam diri di masjid untuk beribadah dengan maksimal) pada sepuluh malam ini sesuai dengan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam–.Tujuannya, untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Jika hari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan tiba, maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya (istrinya), bersemangat beribadah dan mengencangkan kain sarungnya (tidak melakukan hubungan suami istri).” (Muttafaq ‘alaih).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersungguh-bersungguh di bulan Ramadhan tidak seperti di bulan lainnya. Dan khususnya pada sepuluh malam terakhir tidak sama kesungguhannya dengan malam-malam yang lain.” (HR. Muslim).
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Lallatul Qadar itu di bulan Ramadhan, berada pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Lebih kuatnya ada malam-malam ganjilnya. Lebih kuatnya pada malam ke dua puluh tujuh. Akan tetapi ia berpindah-indah di dalam sepuluh malam.
Yaitu bisa jadi pada tahun ini malam ke duapuluh satu. Pada tahun kedua malam ke dua puluh tiga. Pada tahun ketiga malam ke dua puluh lima atau malam dua puluh tujuh atau malam ke dua puluh ke sembilan atau malam dua puluh empat atau malam dua puluh enam atau malam dua puluh dua. Selalu berpindah-pindah, karena selamanya ia bukan malam tertentu. Akan tetapi yang paling kuat kemungkinan adalah malam kedua puluh tujuh lalu malam-malam ganjil.
Paling kuat di antara sepuluh hari terakhir adalah tujuh hari terakhir, karena sekelompok sahabat bermimpi melihat Lalatul Qadar pada tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Aku lihat mimpi kalian sepakat dalam tujuh malam yang terakhir, maka barangsiapa yang benar-benar mencarinya, hendaknya mencarinya pada tujuh malam yang terakhir.” Ini mengadung kemungkinan pada setiap tahun atau hanya pada tahun itu saja. Yang pasti, Lailatul Qadar itu pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, bukan di tengah, dan bukan pula di awal bulan Ramadhan, namun di sepuluh terakhir.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: 5/222-223).
Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang sangat istimewa dan spesial. Malam yang paling mulia dan berkah. Malam yang memiliki keutamaan yang paling besar. Keutamaannya yaitu pahala ibadah dan amal shalih padanya lebih baik dari seribu bulan atau 83 tahun.
Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apakah malam Qadr itu? Malam qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.” (Al-Qadr: 1-5).
Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mencari malam Lailatul Qadar tersebut dengan i’tikaf dan bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Pada malam sepuluh terakhir ini, kita sangat digalakkan untuk memperbanyak ibadah dan amal shalih.
Adapun ibadah yang dianjurkan pada malam Lailatur Qadar sama dengan amalan yang dianjurkan pada bulan Ramadhan secara umum yaitu qiyam Ramadhan. Hanya saja lebih dianjurkan pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, karena pada malam sepuluh malam terakhir tersebut terdapat malam Lailatul Qadar.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Barangsiapa yang melakukan melakukan qiyam Ramadhan dengan keimanan dan berharap pahala dari Allah (keikhlasan), maka diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaih).
Yang dimaksud dengan qiyam Ramadhan adalah menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat malam yaitu Tarawih, Qiyamul Lail/Tahajjud, dan Witir. Maka pada malam sepuluh terakhir Ramadhan lebih dianjurkan sesuai dengan sunnah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam–. Karena, di antara sepuluh malam terakhir ini ada malam Lailatul Qadar.
Selain itu, pada malam Lailatul Qadar juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak tadarus Al-Qur’an dan bersedekah/berinfak. Hal ini sama dengan amalan Ramadhan secara umum. Hanya saja lebih dikhususkan dan diutamakan pada pada sepuluh terakhir Ramadhan berdasarkan sunnah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– di atas di mana beliau lebih bersungguh dalam beribadah pada sepuluh terakhir Ramadhan.
Dari Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma –, beliau kata, “Adalah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan sosok yang paling dermawan. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpainya untuk mengajarinya Al-Qur’an. Jibril menemui beliau di setiap malam Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Maka ketika Jibril menjumpainya, beliau adalah orang yang paling dermawan, lebih dari angin yang bertiup.” (Muttafaq ‘alaih).
Mengomentari hadits ini, Imam An-Nawawi –rahimahullah– berkata sebagaimana yang dinukilkan oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari, “Dalam hadits ini ada faidah-faidah: Di antaranya: Pertama; disunnatkan untuk dermawan pada setiap waktu. Kedua; disunnatkan menambah dermawan pada bulan Ramadhan dan ketika berkumpul dengan orang-orang shalih. Ketiga; disunnatkan mengunjungi orang-orang shalih dan mengulanginya jika orang yang dikunjungi tidak keberatan. Keempat; disunnatkan memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Kelima; membaca Al-Qur’an lebih utama dari semua zikir, karena seandainya zikir itu lebih utama atau sama dengan membaca Al-Qur’an maka pasti beliau melakukannya.” (Fathul Baari: 1/43)
Meskipun kedua amalan tersebut digalakkan pada setiap malam Ramadhan, namun lebih digalakkan lagi pada sepuluh terakhir Ramadhan di mana terdapat malam Lailatul Qadar pada salah satu malamnya. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang shahih bahwa beliau bersungguh beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan seperti yang telah disebutkan di atas..
Selain itu, kita juga pada malam kesepuluh terakhir Ramadhan termasuk malam Lailatul Qadar ini kita digalakkan untuk memperbanyak zikir dan doa kepada Allah ta’ala. Berzikir dengan dengan zikir apapun yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun berdoa, boleh berdoa dengan doa apapun, baik doa dari Al-Quran dan As-Sunnah maupun doa dengan redaksi kita sendiri. Hanya saja lebih utama dengan menggunakan doa yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tidak ada zikir dan doa khusus pada malam Lailatul Qadar kecuali zikir dan doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha yaitu Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni. (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memberi maaf, maka maafkanlah aku).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, saya bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni. (Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memberi maaf, maka maafkanlah aku).
Inilah amalan-amalan yang sangat dianjurkan pada malam Ramadhan khususnya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar.
Maka, mari kita bersemangat dan bersungguh-sungguh melakukan ibadah dan amal shalih tersebut pada sepuluh malam terakhir sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Semoga ibadah dan amal shalih kita diterima oleh Allah ta’ala dan semoga kita mendapatkan malam Lailatul Qadar. Aamin..!!
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh