Ahad 01 May 2022 07:52 WIB

Misteri Anomali Bukit Pasir di Bulan Saturnus Bikin Ilmuwan Penasaran

Pasir Titan terdiri dari bahan organik yang halus namun ternyata bisa menjadi bukit.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani /MGROL136/ Red: Dwi Murdaningsih
Titan, bulan di Planet Saturnus atau kedua terbesar di Tata Surya.
Foto: nasa
Titan, bulan di Planet Saturnus atau kedua terbesar di Tata Surya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan planet Saturnus, Titan, sangat menyerupai Bumi  dari luar angkasa. Titan memiliki sungai, danau, dan lautan yang dipenuhi hujan yang mengalir melalui atmosfer yang tebal. Meskipun lanskap ini mungkin tampak familier, Titan terbuat dari bahan yang sangat asing. 

Salah satu yang menjadi misteri adalah keberadaan bukit pasir Titan yang menjulang. Di Bumi, sedimen yang membentuk bukit pasir terdiri dari silikat anorganik, tetapi kimia pasir Titan agak berbeda.

Baca Juga

“Sedimen di bulan Saturnus diperkirakan sebagian besar terdiri dari butiran organik yang lemah secara mekanis, rentan terhadap abrasi cepat menjadi debu,” tim peneliti, yang dipimpin oleh ahli geologi planet Mathieu Lapôtre dari Stanford University menjelaskan dalam sebuah studi baru, dilansir dari Sciencealert, Rabu (27/4/2022).

Abrasi yang cepat itu berarti bahwa dalam waktu yang cukup lama, partikel pasir di bukit pasir Titan seharusnya menjadi semakin halus, sampai akhirnya tergerus menjadi debu. Debu ringan ini pada akhirnya akan menjadi sangat halus, akan meledak di atmosfer. Namun, faktanya pasir ini justri membentuk struktur kohesif seperti bukit pasir raksasa, yang membutuhkan partikel yang lebih besar dan lebih kasar untuk menyatu.

Melihat keanehan ini, para peneliti menyarankan beberapa mekanisme pertumbuhan yang tidak diketahui, yang mampu memperkuat butiran dan melawan gaya abrasi. Apa pun itu, itu sudah berlangsung sangat lama.

“Gunung pasir khatulistiwa Titan kemungkinan telah aktif selama [puluhan hingga ratusan ribu tahun],” tulis tim tersebut. “Mempertahankan bukit pasir Titan selama rentang waktu geologis membutuhkan mekanisme yang menghasilkan partikel seukuran pasir di garis lintang khatulistiwa.”

Dalam penelitian baru, para ilmuwan mengusulkan apa mekanisme misterius ini, terinspirasi oleh keberadaan ooid-butiran sedimen bulat kecil yang ditemukan di dasar laut Bumi. Tidak seperti kebanyakan bentuk pasir lainnya (biasanya terbentuk dalam proses penguraian melalui abrasi), ooid adalah formasi akresi yang terbentuk dari partikel yang lebih kecil, melalui pengendapan kimiawi di lingkungan laut.

Menurut pemodelan para peneliti, fenomena serupa dapat menjelaskan keberadaan sedimen organik Titan sendiri, yang memungkinkan partikel-partikel tersebut tersinter (memadat) bersama-sama menjadi gumpalan yang menyatu, melawan gaya abrasi secara simultan, dan mempertahankan partikel pada ukuran keseimbangan.

Ini dengan mudah memungkinkan pembentukan bukit pasir aktif di garis lintang khatulistiwa, dengan beberapa produksi debu tetapi tidak ada akumulasi debu yang signifikan karena sintering butiran debu menjadi pasir dari waktu ke waktu,” para peneliti menjelaskan.

“Di Titan - seperti di Bumi dan apa yang dulu terjadi di Mars - kami memiliki siklus sedimen aktif yang dapat menjelaskan distribusi latitudinal lanskap melalui abrasi episodik dan sintering yang didorong oleh musim Titan,” kata Lapôtre.

Sementara tim mengakui penjelasan mereka untuk siklus sedimen Titan hanyalah hipotesis untuk saat ini. “Kami mampu menyelesaikan paradoks mengapa ada bukit pasir di Titan begitu lama meskipun bahannya sangat lemah,” kata Lapôtre.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement