Sabtu 30 Apr 2022 23:45 WIB

Menidurkan Manusia Sementara Waktu di Luar Angkasa, Apakah Bisa?

Menidurkan manusia sementara waktu dilakukan terkait pindah tempat di luar angkasa.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Menidurkan manusia sementara waktu dilakukan terkait pindah tempat di luar angkasa.
Foto: Pixabay
Menidurkan manusia sementara waktu dilakukan terkait pindah tempat di luar angkasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengirim manusia ke sejumlah lokasi di luar angkasa mengharuskan adanya inovasi dalam bidang logistik kesehatan, makanan, dan psikologi. Dalam tayangan fiksi ilmiah, solusi untuk menjawab permasalahan itu adalah dengan menidurkan manusia untuk sementara waktu.  

Keadaan tidur tersebut kerap digambarkan mirip dengan hibernasi atau mati suri. Metabolisme tubuh cenderung menurun dan pelancong luar angkasa tidak sadarkan diri, sehingga pikirannya bakal terhindar dari kebosanan menunggu waktu berlalu yang seperti tanpa akhir.

Baca Juga

Trio peneliti dari Chile secara serius menyelidiki kemungkinan tersebut. Mereka adalah Roberto F Nespolo dan Carlos Mejias yang berasal dari Millennium Institute for Integrative Biology serta Francisco Bozinovic dari Pontifical Catholic University of Chile.

Ketiganya berusaha mengungkap penjelasan matematis dari hibernasi pada manusia. Kondisi itu secara teori membuat manusia ada pada situasi stasis dalam jangka panjang. Hasil riset telah dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B.

Tim peneliti mencermati kondisi tubuh hewan yang biasa melakukan hibernasi, utamanya mengenai massa tubuh dan pengeluaran energi. Mereka menemukan tingkat metabolisme minimum memungkinkan sel bertahan dalam kondisi dingin dan rendah oksigen.  

Kata hibernasi sering kali mengacu pada gambar beruang yang bersembunyi di sarang untuk istirahat musim dingin yang panjang. Sementara beruang memang tidur selama beberapa bulan yang panjang dan dingin, kondisi itu berbeda dengan hibernasi yang sesungguhnya pada satwa kecil seperti tupai tanah dan kelelawar.

Pada hewan-hewan berukuran kecil itu, suhu tubuh turun drastis, metabolisme menyusut, detak jantung serta pernapasan menjadi lambat.  Proses ini dapat mengurangi pengeluaran energi sebanyak 98 persen dalam beberapa kasus, menghilangkan kebutuhan untuk usaha berburu atau mencari makan.

Dalam keadaan demikian, para fauna bisa kehilangan lebih dari seperempat berat tubuhnya karena menguras cadangan bahan bakarnya. Jika menerapkan matematika dasar yang sama pada manusia dewasa yang sedang berhibernasi, asupan makanan harian sekitar 12 ribu kilojoule akan digantikan oleh kebutuhan beberapa ratus kilojoule lemak tubuh.

Sesuai dengan skenario tersebut, bisa dibayangkan turis luar angkasa yang berbaring hibernasi di tempat tidur khusus akan kehilangan lebih dari enam gram lemak sehari. Kalkulasi akumulasi lebih dari setahun, artinya dia kehilangan berat sekitar dua kilogram.

Hal itu mungkin masih bisa diterapkan untuk perjalanan "cepat" ke lokasi tempat puluhan bulan Jovian di satelit Jupiter. Akan tetapi, untuk perjalanan yang menghabiskan waktu selama beberapa dekade melalui ruang antarbintang, rasanya mustahil.

Pasalnya, seseorang perlu memiliki beberapa ratus kilogram lemak tambahan di tubuhnya. Kemustahilan lain bersumber pada perhitungan skala hibernasi. Skala hubungan antara metabolisme aktif dan massa menghasilkan grafik berbeda yang mengungkapkan titik di mana hibernasi tidak benar-benar menghemat banyak energi untuk hewan yang lebih besar.

Ini bisa menjadi alasan mengapa beruang tidak benar-benar berhibernasi seperti halnya hewan yang lebih kecil. Manusia pun demikian, cukup riskan mengambil risiko mendinginkan tubuh, menurunkan detak jantung dan pernapasan, serta secara artifisial menekan metabolisme.

Jika dipaksakan, hasilnya mungkin tidak seperti yang diharapkan. Membuat manusia melakukan hibernasi seperti di film-film fiksi ilmiah luar angkasa sama sekali tidak sepadan dengan kerumitannya, dikutip dari laman Science Alert, Sabtu (30/4/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement