REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Yadi Sofyan Noor menyebutkan, produksi jagung nasional telah mampu memenuhi kebutuhan pakan dalam negeri. Berdasarkan data BPS, produksi jagung tahun 2019 hingga 2021 dengan kadar 14 persen terjadi kenaikan produksi dari tahun ke tahun yang disebabkan luas panen dan produktivitas yang mengalami kenaikan.
Dan Indonesia, kata dia, sudah tidak melakukan importasi jagung pakan sejak tahun 2019. Memang ada impor jagung, tapi untuk kebutuhan industri karena adanya kebijakan impor Non Lartas (Larangan Terbatas,- red), total impor jagung untuk industri ini 1,2 juta ton. "Terdiri dari jagung untuk industri pati atau makanan atau minuman 987 ribu ton, pati 197 ribu ton, brondong 8 ribu ton, minyak jagung 3 ribu ton dan berbagai produk lainnya untuk industri," demikian diungkapkan Sofyan di Jakarta, Sabtu (30/4/2022).
Sofyan menjelaskan, kegiatan impor jagung pakan sebelumnya harus berdasarkan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ini sesuai dengan Permentan 57 Tahun 2015 Tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan Ke dan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
Namun, sejak terbitnya Permendag No. 21 Tahun 2018, impor jagung pakan hanya dapat dilakukan oleh Bulog setelah mendapatkan penugasan dari Pemerintah. Dan sejak Tahun 2017 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian tidak menerbitkan rekomendasi impor jagung untuk bahan pakan.
"Impor jagung sebesar 517 ribu ton pada tahun 2017 merupakan bahan baku industri pangan," ujarnya.
Lebih lanjut Sofyan mengungkapkan, impor jagung untuk bahan baku industri pangan sesuai Permendag No. 21 Tahun 2018 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik APIP (Angka Pengenal Importir Produsen). Kode HS jagung untuk bahan pakan dan jagung untuk bahan baku industri masih sama yaitu HS 1005.90.90 Lain-lain/Other (Jagung).
"BPS belum melakukan pemisahan data impor jagung pakan dan pangan sehingga menunjukan angka impor yang tinggi. Namun sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, HS Code untuk jagung pakan dan jagung untuk bahan baku industri pangan sudah dibedakan berdasarkan kandungan Aflatoxinnya," bebernya.
Sementara itu, Maya Devi dari PT Tereos sekaligus Ketua Perkumpulan Produsen Usaha Pemurni Jagung Indoesia (P3JI) menuturkan, jagung pipil untuk bahan baku industri pati jagung dan industri pangan lainnya memiliki spesifikasi berbeda dengan jagung pakan. Selain itu, membutuhkan dalam jumlah besar dan continue sehingga saat ini masih dipenuhi dari impor.
"Seluruh anggota yang tergabung dalam P3JI sudah menandatangi komitmen untuk memulai penyediaannya di dalam negeri dan sudah melakukan kemitraan penyediaan jagung rendah aflatoksin," katanya.