REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Momen lebaran menjadi ladang rejeki yang melimpah bagi warga Kampung Blok Ketupat di Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung. Begitu tiba, tim Republika.co.id langsung disajikan dengan pemandangan tangan-tangan lihai para pengrajin ketupat yang tengah menyulam juntaian-juntaian daun kelapa.
Kampung Blok Ketupat ini memiliki keistimewaan dibanding produsen-produsen ketupat lain. Kebanyakan perajin telah menggeluti bisnis cangkang ketupat selama puluhan tahun bahkan hampir satu abad. Salah satunya Nanang Suryadi (34 tahun) yang mewarisi bisnis ketupat sejak 90 tahun lalu dari mendiang leluhurnya.
“Kalau saya dagang itu turun temurun, ya, sejak ibunya saya atau zamannya nenek saya lalu ke ibu saya kemudian sekarang saya. Mungkin ada 80 atau 90 tahun. Dari zaman nenek moyang, tepatnya kurang tahu, mungkin bisa sampai satu abad,” ujar Nanang saat ditemui di Kampung Blok Ketupat, Ahad (1/5/2022).
Dengan pengalaman yang tak dapat disebut sebentar, kepiawaian tangan-tangan pengrajin ketupat ini tentu tidak perlu diragukan. Nanang mengatakan, dalam kurang dari setengah jam, setiap perajin dapat membuat 200-300 cangkang ketupat.
“Sebenarnya teknik yang diwariskan itu tidak ada ya, soalnya ini mah namanya keterampilan tangan, kecepatan tangan, kalau teknik itu bagaimana kita lihai memainkan tangan dan jari-jari kita saja buat menyulam daun-daunnya dan sudah ada cetakannya,” tuturnya.
Nanang mengatakan momen menjelang Hari Raya merupakan ladang rejeki baginya dan juga ratusan pengrajin ketupat lainnya di Kampung Blok Ketupat. Dia mengatakan, sejauh ini dia telah menerima pesanan 20 ribu-30 ribu cangkang ketupat.
“Yang pesan ke saya itu kebanyakannya masih wilayah Kota Bandung, seperti Kopo Sulaiman, Cimahi, Gedebage, Batununggal, Cipageran, Jalan Turangga,” ujarnya.
Meski cukup kerepotan dengan pesanan yang menumpuk, namun Nanang mengatakan bahwa pesanan tahun ini jauh lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya adalah karena telah dibolehkannya perjalanan mudik.
“Kalau sekarang lebih menurun, karena mungkin tahun ini sudah diperbolehkan untuk mudik jadi mereka terkadang menunda ngupat soalnya mau pulang kampung. Jadi omzet sekarang lebih kurang dibandingkan tahun kemarin,” tuturnya.
Untuk satu ikat, isi 10 biji ketupat, Nanang biasa membanderol dengan harga Rp 8.000. Harga ini, kata dia, hanya diperuntukkan untuk pelanggan setia, sedangkan pembeli baru biasanya dipatok harga Rp 15 ribu per ikat.
“Kalau misalnya pelanggan baru itu belinya biasanya dadakan, misalnya H-3 atau H-2 Lebaran. Kalau pelanggan tetap itu, satu minggu sebelum pembikinan itu mereka sudah pesan. Misalnya tanya, ‘jual ketupat nggak? Jual, sudah ada berapa? 2.000, ya sudah segitu dulu’,” kata dia.
Saat diminta membandingkan antara pesanan di Hari Raya Idul Fitri dengan Idul Adha, Nanang mengatakan bahwa pesanan di Idul Fitri lebih besar dibanding Idul Adha, bahkan hingga dua kali lipat. “Kalau Idul Fitri itu bisa mencapai lebih dari 100 persen sedangkan Idul Adha biasanya 50 persen. Jadi perbandingannya, peminat ketupat untuk Idul Adha itu berbeda dengan Idul Fitri,” jelasnya.