Ahad 01 May 2022 14:45 WIB

Pemerintah Diminta Gerak Cepat Tangani ABK Hilang di Mauritius

Kapal Wei Fa angkat jangkar dari dermaga Mauritius pada 26 Februari 2021.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pemerintah Diminta Gerak Cepat Tangani ABK Hilang di Mauritius (ilustrasi).
Foto: Foto : MgRol112
Pemerintah Diminta Gerak Cepat Tangani ABK Hilang di Mauritius (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pengamat Maritim dan juga pendiri dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI), Marcellus Hakeng Jayawibawa meminta pemerintah bergerak cepat tangani kasus anak buah kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) yang dinyatakan hilang di laut oleh aparat keamanan Mauritius.

Ketujuh ABK yang terdiri dari enam ABK yang menjadi kru kapal ikan Wei Fa dan satu buruh ABK di kapal De Hai hilang saat bekerja di kapal ikan asing. 

Baca Juga

Kedua kapal tersebut berbendera Taiwan. Kapal Wei Fa angkat jangkar dari dermaga Mauritius pada 26 Februari 2021 sebelum dinyatakan hilang di laut oleh aparat keamanan Mauritius.

"Dengan semangat hari buruh yang tepat dirayakan secara Internasional di tanggal 1 Mei 2022 ini, saya meminta pemerintah untuk bisa bergerak cepat. Ingat, kasus ini sudah berjalan satu tahun lebih,” kata Marcellus dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (1/5/2022). 

Marcellus mengungkapkan sampai rakyat menilai pemerintah lamban dan kurang peduli dengan nasib buruh yang merupakan pekerja di atas kapal berbendera Taiwan di luar negeri tersebut. Dia menguaulkan pemerintah dapat membentuk tim investigasi lintas instansi. 

“Tim dibentuk guna mendapatkan informasi lebih akurat dan up date terkait hilangnya tujuh ABK pekerja migran Indonesia (PMI) tersebut," tutur Marcellus.

Dia juga menialai seharusnya pemerintah dapat mengirimkan tim penyelidik ke Mauritius. Tim tersebut dapat bekerja untuk mendapatkan kejelasan peristiwa yang terjadi. 

“Saya melihat urgensi untuk mendorong pemerintah agar dapat mengusahakan pihak interpol masuk ke dalam kasus ini. Sehingga bisa mempercepat penyelesaian kasus yang terjadi," ungkap Marcellus.

Pada 2 Maret 2021, aparag keamanan Mauritius berhasil menarik kembali kedua kapal tersebut ke Ibu Kota Port Louis. Hanya saja tujuh ABK WNI tersebut sudah tidak ditemukan di kapal. Hingga saat ini, nasib ketujuh ABK tersebut belum jelas.

Dia menyebutkan langkah Pemerintah Indonesia dan lembaga bantuan hukum dan HAM Padma Indonesia yang mewakili salah satu pihak keluarga korban kepada pihak aparat keamanan Mauritius sudah cukup baik. Hanya saja menurutnya sudah sepatutnya pemerintah menagih kejelasan kasus tersebut ke pihak aparat keamanan Mauritius.

Marcellus juga meminta kepada pemerintah agar memberikan fokus pada penguatan pengetahuan sumber daya manusia di bidang transportasi laut. Terutama berkaitan dengan aspek hukum kemaritiman. 

“Apalagi mengingat Indonesia merupakan negara maritim dan pelautnya  banyak yang bekerja pula di kapal-kapal asing,” tutur Marcellus. 

Marcellus mengatakan, tidak banyak pelaut Indonesia yang  memahami aturan terkait hukum maritim, kepabeanan, dan imigrasi. Dengan begitu tanpa disadari ada tindakan yang berpotensi masuk ke dalam ranah hukum pidana yang ada di setiap negara. 

“Karena itu tugas pemerintah dan stakeholder untuk mempersiapkan pelaut yang memiliki keahlian dan pengetahuan mumpuni," kata Marcellus. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement