REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra mengatakan, Ramadhan mesti menjadi kesempatan kita kembali kepada fitrah. Hal itu dia sampaikan, saat menjadi khotib shalat Idul Fitri di Masjid Agung Sunda Kelapa, Senin (2/5/2022).
"Pada kesempatan ini kembali kepada fitrah secara individual-personal, setiap Muslimin dan Muslimat wajib memperluas kesucian ke dalam kehidupan sosial kemasyarakatan," katanya mengingatkan.
Hal ini menurutnya dapat dilakukan dengan saling meminta dan memberi maaf. Sehingga persaudaraan sesama Muslim (ukhuwwah Islamiyyah), sesama warga tanah air (ukhuwwah wathaniyyah) dan sesama manusia (ukhuwwah insaniyyah) menjadi kuat dan penuh kesucian.
Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 10 berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
Dia menerangkan, kata ukhuwwah semula bermakna perhatian. Dengan perhatian berbagai pihak bisa terjalin persaudaraan, yang berkembang menjadi pandangan kebersamaaan (commonalities) dan harmoni di antara pihak-pihak bersaudara. Makna ukhuwwah, persaudaraan, memerlukan keterlibatan semua pihak, sehingga melahirkan komonalitas dan harmoni.
"Arti substantif ukhuwwah adalah perhatian, persamaan, komonalitas, dan harmoni mengandung makna memperkokoh tali persaudaraan dan kasih sayang (silaturrahim)," katanya.
Untuk itu, kiranya perlu diingat, Allah SWT tidak menciptakan semua makhluk-Nya dalam persamaan tunggal seragam homogen. Umat manusia diciptakanNya beragam, berbeda satu sama lain.
"Kebhinnekaan adalah kenyataan dan keniscayaan yang tidak berubah sepanjang masa karena itulah ‘takdir’ Allah SWT bagi semua makhluk," katanya.
Di dalam Alquran surah Hud ayat 118-119, Allah SWT menegaskan:
"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang tunggal [seragam]. Namun, mereka akan tetap berselisih pendapat."
Karena kebersamaan komonalitas commonalities dan perbedaan di antara umat manusia adalah sunnatullah yang tidak bisa diubah, kita perlu bijak menyikapinya. Perbedaan, kebhinnekaan atau kemajemukan hendaknya jangan menimbulkan perselisihan, apalagi permusuhan dan konflik yang mendatangkan kesengsaraan.
"Bila perbedaan dan kebhinnekaan disikapi bijak, insya Allah rahmat Allah SWT bakal datang," katanya.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Ikhtilafu ummati rahmatun (perbedaan antar-umatku adalah rahmah)."
Keterbukaan dan kesediaan menerima persamaan atau hal-hal bersamaan (komonalitas) dan perbedaan atau kebhinnekaan sebagai rahmat Allah adalah pangkal persaudaraan keislaman-ukhuwwah Islamiyyaah.