REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menjadi khatib dalam Sholat Idul Fitri 1443 Hijriyah di Jakarta Internasional Stadium (JIS). Dalam khutbahnya, Kiai Cholil mengajak umat bersyukur karena telah lulus melatih diri dalam madrasah kemanusiaan atau madrasah insaniyah selama bulan Ramadhan.
Kiai Cholil menyampaikan, di pagi hari yang cerah dalam suasana yang khidmat dan penuh makna di tengah nuansa kebahagiaan dan kegembiraan di hari kemenangan umat Islam, umat Islam merayakan Idul Fitri. Sungguh senang umat Islam sebab sudah dua tahun tidak memeriahkan lebaran dengan berkumpul berama karena hantaman wabah Covid-19.
"Walhamdulillah kita bersyukur telah lulus melatih diri dalam madrasah kemanusiaan atau madrasah insaniyah selama bulan Ramadhan dan menang hingga lulus melewati ujian jihad akbar, perang melawan hawa nafsu," kata Kiai Cholil dalam khutbah Sholat Idul Fitri di JIS pada Senin (2/5/2022).
Ia mengatakan, kaum muslimin disunnahkan atau dianjurkan di manapun berada untuk mengagungkan nama Allah, memperbanyak takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih atas hidayah Allah SWT. Itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya.
Allah SWT memerintahkan dalam firman-Nya. "Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur." (QS Al Baqarah: 185)
Kiai Cholil mengungkapkan, selayaknya kita semua bersyukur kepada Allah SWT atas ma’unah-Nya sehingga dapat menjalankan ibadah puasa dengan sempurna dan berlebaran dengan meriah. Walhamdulillah pagi ini dapat merayakan dan sholat Idul Fitri di Jakarta International Stadium yang megah dan indah yang menjadi kebanggaan masyarakat Jakarta dan Indonesia.
"Kita bisa ramai-ramai ibadah berjamaah yang sekaligus mengumandang syi’ar Islam di hari yang fitri," ujarnya.
Ia menerangkan, tidak perlu memperdebatkan manakah yang lebih utama, sholat Idul Fitri di masjid atau di lapangan. Tentu ulama berbeda pendapat dengan alasannya masing-masing. Imam Syafi’i misalnya, menyebutkan bahwa sholat Idul Fitri di masjid lebih utama jika masjidnya luas dan menampung banyak orang. Namun Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menarik kesimpulan dari pernyataan tersebut bahwa illat atau alasan hukum apakah shalat di lapangan atau di masjid yang lebih utama adalah pada sejauh mana ia sanggup menjadi tempat masyarakat berkumpul.
"Faktanya, kita berlebaran dan sholat Idul Fitri ada yang melaksanakan di masjid dan ada pula yang di lapangan. Artinya, kedua pendapat itu sama-sama kita laksanakan sehingga hal itu di Indonesia tidak menjadi perdebatan," jelas Kiai Cholil.
Ia mengungkapkan, bahkan dengan sebagian umat melaksanaan ibadah sholat Idul Fitri di lapangan dapat meluaskan syi’ar Islam, sekaligus memfasilitasi para perempuan yang berhalang masuk ke masjid. Sehingga bisa keluar rumah bersama-sama untuk memeriahkan lebaran, siraman rohani, dan menggaungkan syi’ar Islam.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintah kami membawa keluar gadis-gadis remaja dan wanita-wanita yang dipingit di dua hari raya, dan beliau memerintah wanita-wanita yang sedang haid menjauhi tempat sholat kaum Muslimin." (HR Al-Bukhari).
Kiai Cholil menegaskan, syi’ar Islam menjadi penting sebab itu bertalian dengan takwa. Ahli tafsir Zamahsyari dan Ibn 'Asyur, memahami takwa sebagai mabda' atau pangkal tolak kegiatan syi’ar. Bagi Al-Alusi, takwa selain sebagai mabda' juga sebagai ta`lil, yakni alasan perlunya syiar.
"Ini berarti, syiar Islam tak boleh dilihat dari sisi simboliknya semata, tetapi pada makna profetiknya yang inspiratif dan transformatif. Dalam arti, lahir dari semangat takwa untuk menggerakkan manusia mencapai derajat takwa," jelasnya.