REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi pendidikan Itje Chodidjah mengatakan perayaan Idul Fitri 1443 Hijriah dapat dimaknai masyarakat sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri."Makna dari Idul Fitri adalah masa refleksi untuk memperbaiki kualitas diri, memperbaiki kualitas jiwa," kata Itje saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu (3/5/2022).
Itje menuturkan Idul Fitri atau Lebaran bukan sekadar festival atau perayaan semata, melainkan merupakan masa refleksi diri untuk memperbaiki diri ke depan dalam menjalani masa akan datang.Demikian, seyogyanya Idul Fitri dapat dimaknai masyarakat setiap tahunnya.
"Setelah umat Islam itu berpuasa selama satu bulan menyucikan diri, melakukan hal-hal baik, beribadah, beramal, nah fitri itu adalah momen di mana kita semua melakukan refleksi apa yang akan saya lakukan setelah saya "bertapa" selama satu bulan menyucikan diri," ujarnya.
Menurut dia, Idul Fitri adalah momen refleksi untuk memperbaiki kualitas diri, yakni dapat lebih mampu mengontrol emosi dan pemikiran-pemikiran negatif dan mengalami kemajuan yang bermakna sampai kemudian bertemu dengan bulan puasa di tahun-tahun berikutnya.
Ia mengatakan setelah melakukan puasa dan merayakan Idul Fitri, kehidupan yang dijalani ke depan haruslah lebih baik dari sebelumnya. Baik sikap, karakter dan pemikiran harus lebih baik lagi dalam menjalani bulan-bulan ke depan.Itje menuturkan tentunya harus ada perubahan yang menunjukkan kemajuan dari hasil refleksi tersebut untuk menjadi pribadi yang lebih baik dibanding sebelumnya.
Dari masa refleksi tersebut, setiap orang juga dapat memikirkan hal-hal baik yang akan dilakukan di 11 bulan berikutnya menuju bulan puasa di tahun berikutnya.
"Next-nya (selanjutnya) itu kan harusnya lebih baik ya, next-nya itu harusnya adalah momen di mana kita meningkatkan kualitas diri, jadi yang selama sebelas bulan berikutnya akan apa sih yang akan kita lakukan setelah satu bulan "bertapa", tuturnya.