Rabu 04 May 2022 11:11 WIB

Bank Mandiri Siapkan Strategi Khusus Pascarestrukturisasi Kredit Menurun

Maret portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 Bank Mandiri sebesar Rp 67,7 triliun

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Tercatat pada Maret 2022, portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 Bank Mandiri sebesar Rp 67,7 triliun atau hanya sekitar delapan persen dari total kredit secara bank only.
Foto: bankmandiri.co.id
Tercatat pada Maret 2022, portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 Bank Mandiri sebesar Rp 67,7 triliun atau hanya sekitar delapan persen dari total kredit secara bank only.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi berakhirnya masa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Maret 2023. Tercatat pada Maret 2022, portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 Bank Mandiri sebesar Rp 67,7 triliun atau hanya sekitar delapan persen dari total kredit secara bank only.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan perseroan telah memiliki strategi khusus dalam mengelola portofolio kredit restrukturisasi, jika stimulus tersebut tidak kembali diperpanjang dan berakhir pada tahun depan.

Baca Juga

“Langkah pertama yang dilakukan perseroan, menerapkan early warning signal dan memantau kondisi debitur secara ketat dan berkala. Langkah ini guna mengantisipasi penurunan kualitas kredit dan penentuan rencana aksi yang cocok pada debitur dengan potensi bermasalah,” ujarnya, Rabu (4/5/2022).

Menurutnya perseroan juga telah melakukan stress test secara berkala terhadap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi dan pengaruhnya terhadap kondisi likuiditas dan permodalan Bank Mandiri, serta kemungkinan apabila ada kebutuhan tambahan pencadangan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi. Perseroan berupaya mengoptimalisasi peran tim manajemen aset khusus dalam melakukan restrukturisasi secara komprehensif, terutama untuk debitur korporasi dan komersial.

“Perseroan juga berupaya melakukan recovery pada debitur yang mungkin bakal bermasalah setelah masa relaksasi berakhir,” ucapnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang masa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023. Hal ini dilakukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Dari segi kualitas aset, hanya 2,45 persen dari total portofolio kredit restrukturisasi yang jatuh menjadi non-performing loan (NPL) pada Maret 2022. Menurutnya sampai dengan 2023 tren penurunan restrukturisasi kredit diperkirakan terus berlanjut seiring membaiknya kondisi makro ekonomi, serta proses debitur yang sudah selesai program restrukturisasi.

Untuk menghadapi potensi pemburukan kualitas kredit selama masa relaksasi, Bank Mandiri telah menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sesuai dengan potensi profil risiko debitur restrukturisasi.

“Jadi, setiap debitur Covid-19 kami klasifikasikan apakah itu high risk account, medium risk account, atau low risk account, dan jumlah pencadangan tergantung kepada segmentasi tersebut,” ucapnya.

Berdasarkan OJK pada Februari 2022, outstanding restrukturisasi sebesar Rp 638,22 triliun atau telah berkurang Rp 192 triliun dibandingkan dengan Desember 2020. Adapun jumlah debitur restrukturisasi mencapai 3,7 juta pada Februari 2022.

Penurunan restrukturisasi berasal dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang turun Rp 6,61 triliun dari Rp 251,39 triliun pada Januari 2022 menjadi Rp 244,78 triliun pada Februari. Adapun jumlah debitur juga turun menjadi 2,84 juta dari 2,96 juta debitur.

Dari segmen non-UMKM, nilai restrukturisasi kredit perbankan pada Februari 2022 sebesar Rp 393,4 triliun atau turun Rp 9,32 triliun secara bulanan. Adapun jumlah debitur non-UMKM turut mengalami penurunan dari 910.269 debitur menjadi 857 ribu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement