REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia sekaligus peneliti hukum pendidikan, Prof Cecep Darmawan, mendesak rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko segera meminta maaf kepada umat Islam. Menurutnya, Budi Santosa harus bertanggung jawab atas unggahan di media sosialnya yang diduga bermuatan unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
"Oknum rektor tersebut harus segera meminta maaf kepada umat Islam, meski kasus hukumnya tetap berjalan," ujar Cecep kepada Republika, Rabu (4/5).
Selain permintaan maaf, Cecep juga mendorong, rektor ITK untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani proses hukum. Untuk itu, dia meminta, aparat penegak hukum proaktif mengusut dugaan rasisme ini.
"Proses hukum tetap dijalankan oleh aparat penegak hukum terkait ujaran kebencian di media sosial," kata dia.
Di samping itu, dia juga mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menginvestigasi kasus tersebut. Apabila terbukti unggahan itu bermuatan unsur SARA, maka Kemendikbud segera mengenakan sanksi kepada Budi Santosa sesuai aturan termasuk pertimbangan pencopotan jabatan rektornya.
Untuk kondisivitas kampus, Cecep menyarankan rektor ITK dinonaktifkan sementara. Penonaktifan ini dilakukan selama pemeriksaan oleh Kemendikbud maupun aparat penegak hukum.
"Terkait aturan internal kampus, pasti ada juga kode etik dosen. Tapi karena oknumnya rektor akan ewuh pakewuh, jadi sebaiknya diambil alih oleh Kemendikbud," tutur Cecep.
Menurut dia, hal ini harus menjadi pelajaran bagi pejabat kampus agar hati-hati dalam berpendapat di media sosial. Apalagi unggahan yang berpotensi SARA dapat berakibat memecah belah bangsa.
Dia sendiri menyesalkan perbuatan rektor ITK. Sebagai teladan masyarakat, seharusnya rektor bisa menahan diri serta menjaga integritas dan ucapannya.