REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- India dan Pakistan menjadi negara terakhir yang dilanda suhu panas mematikan sepanjang 2022. Maraknya gelombang panas ekstrem di penjuru Bumi mewajibkan adaptasi iklim berkeadilan untuk lindungi ruang hidup yang tersisa.
Untuk kesekian kali tahun ini, India luruh diterpa gelombang panas ekstrem. Suhu udara, yang konstan melampaui 40 derajat Celcius di seluruh negeri. Suhu ini menempatkan jutaan jiwa dalam bahaya kesehatan, memicu kegagalan panen dan anjloknya produksi listrik.
India tidak sendirian. Jirannya, Pakistan, juga kewalahan menghadapi gelombang panas terparah tahun ini. Padahal, musim panas belum akan tiba hingga Juni mendatang.
Awal tahun ini, kawasan Amerika Tengah sempat mencatatkan diri sebagai daerah terpanas di muka Bumi, sebelum digantikan Australia Barat beberapa pekan kemudian.
Ketika krisis iklim menggandakan intensitas gelombang panas di seluruh dunia, sejumlah kawasan menghadapi ancaman eksistensial terhadap kelangsungan ruang hidup.
Kutukan ketimpangan
Celakanya, solusi yang ada saat ini menyaratkan tingkat kemakmuran yang relatif tinggi untuk bisa beradaptasi dengan suhu yang kian ekstrem. Entah itu menambah konsumsi listrik untuk penyejuk udara, atau sekedar kemampuan untuk bekerja di dalam ruangan ber-AC, bukan merupakan opsi untuk banyak orang.
"Perubahan iklim adalah kisah ketimpangan tingkat tinggi dan kita sedang melihatnya mewabah di kawasan paling miskin dan paling panas di dunia,” kata Tamma Carleton, Asisten Guru Besar Ilmu Ekonomi di Universitas Kalifornia, Santa Barbara (UCSB).