REPUBLIKA.CO.ID., MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit pada Selasa (3/5/2022) yang memberlakukan tindakan ekonomi pembalasan sebagai tanggapan atas tindakan "negara-negara yang tidak bersahabat."
Menurut keputusan tersebut, yang diterbitkan di situs web Kremlin, langkah-langkah tersebut diambil untuk melindungi kepentingan nasional Rusia akibat "tindakan tidak bersahabat dan tidak sah" dari AS dan negara-negara lain serta organisasi internasional yang telah bergabung dengan mereka "yang bertujuan untuk secara ilegal membatasi atau merampas hak milik Federasi Rusia, warganya, dan badan hukum Rusia."
Aturan baru melarang otoritas Rusia di semua tingkatan serta organisasi dan individu di bawah yurisdiksi Rusia untuk melakukan transaksi, termasuk melakukan kontrak perdagangan luar negeri, dengan badan hukum, individu dan perusahaan di bawah kendali negara-negara tersebut.
Keputusan tersebut juga melarang pemenuhan kewajiban kepada orang dan badan di bawah sanksi dan transaksi keuangan dengan mereka.
Selain itu, aturan ini juga melarang ekspor bahan mentah atau produk yang ditambang atau diproduksi di Rusia jika pengguna akhir mereka adalah individu dikenai sanksi.
Pemerintah diinstruksikan untuk menyiapkan dalam waktu 10 hari daftar individu dan entitas yang termasuk dalam sanksi Rusia.
Pada saat yang sama, Kementerian Keuangan dan Bank Sentral Federasi Rusia diberikan hak untuk menerapkan keputusan baru secara selektif.
Setidaknya 3.193 warga sipil telah tewas dan 3.353 lainnya terluka di Ukraina sejak perang dengan Rusia dimulai pada 24 Februari, menurut perkiraan PBB. Jumlah korban sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi.
Lebih dari 5,5 juta orang telah melarikan diri ke negara lain, dengan sekitar 7,7 juta orang mengungsi, menurut data dari badan pengungsi PBB.