REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Sebuah situs propaganda Korea Utara (Korut) pada Kamis (5/5/2022) mengecam Presiden Baru Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol. Situs itu menyebut Seok sosok yang pro-Amerika Serikat (AS) dan konfrontatif.
Media pemerintah Korut belum memberikan komentar resmi tentang Yoon yang remsi menjabat pada 10 Mei. Namun situs web Uriminzokkiri mengeluarkan kritik pedas menjelang pelantikannya.
"Yoon Suk-yeol telah membangkitkan keterkejutan dengan pernyataan tidak masuk akal seperti 'serangan pendahuluan' dan 'musuh utama', dan menimbulkan kegilaan konfrontatif yang meneriakkan 'aliansi Korea Selatan-AS yang lebih kuat,'" kata situs Uriminzokkiri.
Pernyataan tersebut mengacu pada komentar Yoon bahwa dia akan mengizinkan serangan pendahuluan di Korut jika tanda-tanda serangan sudah dekat. Yoon juga mendeskripsikan tentang negara tetangga Korut sebagai musuh utama.
Deskripsi Korut itu telah dijauhi oleh Presiden progresif Moon Jae-in. Moon telah berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan Korut.
Pernyataan situs propaganda tersebut menyimpang dari praktik masa lalu, ketika media pemerintah telah mengumumkan berita tentang uji coba rudal oleh Korut pada hari berikutnya. Namun kali ini diam, tentang uji coba senjata pada Rabu.
Situs propaganda mengkritik Yoon dan pilihannya untuk menteri pertahanan, urusan luar negeri dan portofolio unifikasi sebagai "kodok pro-AS" yang telah mencari konfrontasi saat bertugas di pemerintahan konservatif sebelumnya. "Tidak ada yang aneh baginya untuk mencalonkan kodok pro-AS yang mencari konfrontasi dengan orang yang sama," kata situs itu.
Pada Rabu, militer Korsel melaporkan uji coba senjata ke-14 yang diketahui Korut tahun ini, yang menurut para analis dapat bertujuan untuk menguji teknologi satelit pengintaiannya. Pada Maret, Korsel mengatakan rudal balistik antarbenua Korea Utara (ICBM) meledak di udara segera setelah lepas landas. Media pemerintah tidak menyebutkan pada saat itu, tetapi peluncuran ICBM lainnya, yang mungkin berhasil, terjadi beberapa hari kemudian.
"Korea Utara mungkin tidak mengumumkan tes yang gagal, tetapi terlalu dini untuk mengatakan itu masalahnya, dan peluncuran terbaru tampaknya cukup berhasil karena menunjukkan beberapa kemajuan," kata Park Won-gon, seorang profesor studi Korea Utara di Universitas Ewha Womans, Seoul.