REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin menyampaikan, ada potensi perbedaan pada Idul Fitri 1444 H/2023 M. Perbedaan ini bukan karena perbedaan metode rukyat dan hisab, tetapi karena perbedaan kriteria.
"Muhammadiyah dengan kriteria Wujudul Hilal yaitu 21 April 2023. Pemerintah dan beberapa ormas Islam, seperti NU dan Persis, dengan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal, yaitu 22 April 2023," tutur dia kepada Republika.co.id, Kamis (5/5).
Sedangkan awal Ramadhan 1444 H, terang Thomas, akan seragam pada 23 Maret 2023. Menurutnya, solusi terhadap potensi perbedaan Idul Fitri 1444 H adalah mengupayakan kesepakatan kriteria dan otoritas, antara pemerintah dan ormas-ormas Islam.
Kesepakatan penggunaan kriteria yang dimaksud ialah kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Kriteria ini sudah diterima oleh empat negara tersebut dan beberapa ormas Islam yakni NU dan Persis. "Kriteria MABIMS yaitu tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat," katanya.
Menurut Thomas, ada sejumlah faktor mengapa kriteria MABIMS perlu diterima dalam penentuan awal bulan Hijriah. Pertama, kriteria MABIMS dibangun atas dasar data rukyat atau pengamatan global jangka panjang. Kedua, parameter yang digunakan dalam kriteria MABIMS adalah parameter yang biasa digunakan oleh para ahli hisab Indonesia, yaitu ketinggian hilal dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari).
"(Ketiga), parameter yang digunakan menjelaskan aspek fisis rukyatul hilal. Elongasi menggambarkan ketebalan fisis hilal. Semakin besar nilai elongasi, berarti hilal semakin tebal," ujar anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag itu.
Sedangkan ketinggian hilal, lanjut Thomas, menggambarkan efek gangguan cahaya senja karena faktor atmosfer. Bila ini semakin tinggi, maka efek gangguan makin berkurang. Keempat, dalam kriteria MABIMS, ketinggian minimal 3 derajat didasarkan pada data global. Artinya, hilal yang tingginya di bawah 3 derajat tidak terlihat karena gangguan cahaya senja yang masih kuat.
Kelima, elongasi minimal 6,4 derajat didasarkan pada rekor bulan terdekat sebagaimana yang dilaporkan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, salah seorang tokoh falak Internasional. "Elongasi yang kurang dari 6,4 derajat terlalu tipis dan redup untuk mengalahkan cahaya senja," kata Thomas.
Terakhir, menurut profesor riset Astronomi-Astrofisika Lapan-BRIN itu, kriteria baru MABIMS dibangun dengan data rukyat dan dianalisis secara hisab. Ini merupakan titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.