Kamis 05 May 2022 23:36 WIB

1.000 Warga Palestina akan Diusir dari Tepi Barat, Terbesar Sejak 1967

Israel berdalih pengusiran warga Palestina karena tak memiliki legalitas

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nashih Nashrullah
Pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat Palestina kembali diteruskan (ilustrasi). Israel berdalih pengusiran warga Palestina karena tak memiliki legalitas
Foto: AP
Pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat Palestina kembali diteruskan (ilustrasi). Israel berdalih pengusiran warga Palestina karena tak memiliki legalitas

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM— Pengadilan Tinggi Israel memutuskan untuk mengusir sekitar 1.000 warga Palestina dari wilayah Tepi Barat dan menggunakan kembali tanah tersebut untuk penggunaan militer Israel. Setelah pergulatan hukum selama dua dekade, keputusan ini diputuskan sebagai pengusiran terbesar sejak pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang dimulai sejak 1967. 

 

Baca Juga

Sekitar 3.000 hektare tanah pedesaan di perbukitan Hebron selatan, bernama Masafer Yatta, berada di bawah kendali penuh Israel. Beberapa rumah bagi sejumlah desa kecil Palestina di sana dinyatakan sebagai "zona tembak" oleh negara Israel pada 1980-an. Zona tembak berarti wilayah itu akan digunakan untuk latihan militer, di mana kehadiran warga sipil dilarang. 

 

Menurut konvensi Jenewa yang berkaitan dengan perlakuan kemanusiaan dalam perang, adalah ilegal untuk mengambil alih tanah yang diduduki untuk tujuan yang tidak menguntungkan orang-orang yang tinggal di sana, atau secara paksa memindahkan penduduk setempat. 

 

Kendati begitu, Israel berpendapat bahwa penduduk desa Masafer Yatta yang tinggal di Zona Penembakan 918 yang bertani dan memelihara hewan di sana, bukanlah penduduk tetap daerah tersebut. Oleh karena itu mereka tidak memiliki hak atas tanah tersebut. 

 

Putusan pengadilan tinggi yang diterbitkan pada Rabu (4/5/2022) malam atau menjelang Hari Kemerdekaan Israel menerima argumen negara bahwa masyarakat tidak dapat membuktikan bahwa mereka adalah penduduk sebelum 1980-an. 

 

Meskipun kesaksian ahli dan literatur disajikan di pengadilan yang menunjukkan daerah tersebut telah dihuni selama beberapa dekade. 

 

Baca juga: Keutamaan Membaca Surah Al-Kahfi pada Hari Jumat

Para hakim juga menolak klaim bahwa larangan pemindahan paksa yang diatur dalam hukum internasional adalah kebiasaan dan mengikat.

Menurut pengacara hak asasi manusia internasional Israel Michael sfard hakim menyebutnya sebagai “norma perjanjian” yang tidak dapat ditegakkan di pengadilan domestik. 

 

Karena keputusan hakim dengan suara bulat, tidak jelas apakah ada saluran hukum Israel lebih lanjut yang tersedia bagi penduduk delapan desa Masafer Yatta untuk mengajukan banding. Meskipun keputusan itu tidak memerintahkan pengusiran, jika dia memilih untuk melakukannya, maka Israel sekarang dapat bergerak untuk mengusir paksa orang-orang Palestina kapan saja. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement