REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) membatasi vaksin Covid-19 Johnson & Johnson (J&J) karena risiko pembekuan darah. Kasus tersebut langka terjadi namun bisa mengarah pada kondisi serius.
Suntikan vaksin Covid-19 J&J kini hanya boleh diberikan kepada orang dewasa AS yang tidak dapat menerima vaksin dari pengembang lain atau orang yang secara khusus meminta vaksin J&J. Pembatasan tersebut diumumkan oleh FDA pada Kamis (5/5/2022).
Vaksin J&J awalnya dianggap sebagai alat penting dalam memerangi pandemi karena hanya membutuhkan satu suntikan. Tetapi pilihan dosis tunggal terbukti kurang efektif dibandingkan dengan dua dosis vaksin Pfizer dan Moderna.
Kini, FDA resmi membatasi vaksin J&J setelah melihat kembali data tentang risiko pembekuan darah yang mengancam jiwa. Dari deretan kasus yang ditinjau, rata-rata pembekuan darah terjadi dua pekan setelah vaksinasi.
Pada Desember 2021, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) merekomendasikan untuk memprioritaskan vaksin Moderna dan Pfizer dibandingkan J&J. Alasannya, karena masalah keamanan untuk pasien.
Studi lanjutan secara konsisten menunjukkan efektivitas yang lebih rendah untuk vaksin J&J. Kasus gumpalan darah yang terjadi setelah pemberian vaksin J&J jarang terjadi, namun pada beberapa kasus masih terjadi.
Ilmuwan federal mengidentifikasi ada 60 kasus, termasuk sembilan yang fatal, per Maret 2022. Itu berarti terjadi satu kasus pembekuan darah per 3,23 juta suntikan J&J yang diberikan.
Di bawah instruksi FDA yang baru, vaksin J&J masih dapat diberikan kepada orang-orang yang memiliki reaksi alergi parah terhadap merek vaksin lain. Atau, bagi orang yang tidak dapat menerima dosis tambahan.
"Data terus mendukung profil manfaat-risiko yang menguntungkan untuk vaksin Covid-19 Johnson & Johnson pada orang dewasa, jika dibandingkan dengan tanpa vaksin," kata juru bicara J&J.
Terlepas dari pembatasan tersebut, kepala vaksin FDA Peter Marks mengatakan vaksin J&J masih memiliki peran dalam memerangi pandemi Covid-19. Peran itu terlihat di AS maupun di seluruh komunitas global.
"FDA mendasarkan keputusan pada sistem pengawasan keamanan kami dan komitmen kami untuk memastikan bahwa sains dan data memandu keputusan kami," ungkap Marks.