REPUBLIKA.CO.ID, Suatu pagi di salah satu sudut Kota Bandung, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk, Citarum, di belakang Gedung Gasibu, antrian manusia mengular panjang. Di ujung antrian, sebuah meja panjang pembakaran sate tak henti-hentinya mengepulkan asap, menyebar aroma gurih dan manis membuai orang-orang yang mengantre.
Sudah dibuka sejak pukul 07.00 pagi hingga sekira pukul 16.00, 'sate jando' Gasibu yang sebenarnya bernama "sate gendong Mbok Ayu Ngatemi" itu tak pernah libur dan selalu melayani pembeli tujuh hari seminggu.Pada pekan Lebaran kali ini, sate gendong Mbok Ayu Ngatemi bahkan sudah buka sejak Lebaran hari kedua kemarin.
Ada sekira enam karyawan yang dengan sigap melayani pembeli yang sudah sabar berjam-jam antre. Mereka bekerja dalam dua shift sehari. Semuanya rata-rata adalah anak dan cucuk Mbok Ayu Ngatemi sendiri.
Salah seorang anak Mbok Ayu Ngatemi yakni Agung Gumelar menceritakan bahwa sang ibu dulu berjualan sate jando, daging bagian payudara sapi, dengan cara digendong sejak tahun 1970-an di area kompleks kantin Gedung Sate.
"Kemudian ibu pindah ke trotoar belakang sini sudah lebih dari 20 tahunan," kata Agung sambil sibuk menyusun dan membolak-balik sate di atas panggangan pada Sabtu (7/5/2022).
Cita rasa sate gendong Mbok Ayu Ngatemi sangat khas seperti sate pada umumnya yakni berbumbu kacang dan dipadukan dengan lontong nan legit. Bedanya, sate Mbok Ayu memiliki sedikit aroma rujak yang segar.
Sate gendong Mbok Ayu Ngatemi memilih bagian daging jando, yakni bagian payudara sapi sebagai andalannya karena memiliki cita rasa khas yang kenyal dan gurih. Lemak jando berwarna putih, memang tampak seperti lemak pada bagian lain tubuh sapi.
Namun bedanya, saat dibakar lemak jando tidak akan habis meleleh atau jadi gosong, namun justru jadi juicy, kenyal dan legit. Lantaran kelezatannya yang tersohor itulah, calon pembeli rela antre berjam-jam dalam sebuah barisan yang rapih demi mencicipi seporsi sate hangat.