REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM–Uni Eropa mengkritik putusan Mahkamah Agung Israel yang mengizinkan pengusiran lebih dari 1.000 warga Palestina di daerah Masafer Yatta, Selatan Provinsi Hebron di Tepi Barat yang diduduki. Israel disebut harus melindungi warga di wilayah yang duduki.
Sebelumnya, Mahkamah Agung Israel mengeluarkan keputusan yang membuka jalan bagi pembongkaran delapan desa kecil di Masafer Yatta. Ini adalah sebuah daerah yang terletak di selatan terjauh provinsi Hebron di Tepi Barat yang diduduki.
Sebagai hasil dari keputusan ini, sekitar 1.200 warga Palestina di daerah itu menghadapi risiko pemindahan paksa yang akan segera terjadi. Hal ini juga berarti penghancuran komunitas mereka.
“Di bawah hukum internasional, transfer paksa individu atau massal dan deportasi orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan dilarang, terlepas dari motif mereka,” kata UE dalam sebuah tweet dilansir dari Wafa News, Jumat (6/5/2022).
"Sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki kewajiban untuk melindungi penduduk Palestina dan tidak menggusurnya," tambahnya.
Mahkamah Agung Israel telah menolak petisi yang menentang pengusiran lebih dari 1.000 warga Palestina yang tinggal di bagian pedesaan Tepi Barat yang diduduki Israel. Wilayah itu saat ini telah ditetapkan Israel untuk latihan militer.
Setelah dua dekade manuver hukum yang tidak meyakinkan, Mahkamah Agung mengeluarkan keputusannya pada Rabu (4/5/2022) malam. Ini membuka jalan bagi pembongkaran delapan desa kecil Palestina di daerah berbatu dan gersang di Selatan kota Hebron yang disebut Masafer Yatta.
Dalam putusannya, pengadilan menganggap bahwa orang Badui Palestina yang tinggal di daerah tersebut, yang telah mempertahankan gaya hidup nomaden selama beberapa generasi, belum menjadi penduduk tetap di daerah tersebut ketika Militer Israel pertama kali menyatakannya sebagai zona tembak pada 1980-an.
Penduduk Masafer Yatta dan kelompok hak asasi Israel mengatakan bahwa banyak keluarga Palestina telah tinggal secara permanen di area seluas 7.400 hektar sejak sebelum Israel merebut Tepi Barat Palestina pada 1967. Sehingga pengusiran mereka akan merupakan pelanggaran hukum internasional.
"Ini membuktikan bahwa pengadilan ini adalah bagian dari pendudukan. Kami tidak akan meninggalkan rumah kami. Kami akan tinggal di sini," kata Nidal Abu Younis, Wali Kota Masafer Yatta dilansir dari The New Arab, Kamis (5/5/2022).
Penduduk Masafer Yatta dan kelompok hak asasi Israel mengatakan bahwa banyak keluarga Palestina yang tinggal di sana telah menetap secara permanen di daerah itu sejak sebelum Israel merebut Tepi Barat dalam Perang Enam Hari 1967.
Asosiasi Hak Sipil di Israel (ACRI), yang bersama dengan warga Masafer Yatta mengajukan petisi menentang pengusiran, mengatakan putusan itu akan memiliki "konsekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya."
"Pengadilan Tinggi telah secara resmi mengizinkan seluruh keluarga, dengan anak-anak dan orang tua mereka, tanpa atap di atas kepala mereka," kata ACRI dalam sebuah pernyataan.