REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Jalan-jalan di ibu kota Sri Lanka, Kolombo, terlihat sangat tenang pada Sabtu (7/5). Sehari sebelumnya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat menyusul meningkatnya protes anti-pemerintah.
Rincian peraturan darurat terbaru belum diumumkan, tetapi undang-undang darurat sebelumnya telah memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada presiden untuk mengerahkan militer. Pemerintah melalui militer dapat menahan orang tanpa tuduhan dan membubarkan protes.
"Presiden telah mengambil keputusan ini karena situasi darurat publik di Sri Lanka dan untuk kepentingan keamanan publik, perlindungan ketertiban umum, dan pemeliharaan pasokan dan layanan yang penting bagi kehidupan masyarakat," ujar pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor kepresidenan.
Belum ada laporan awal tentang gangguan larut malam setelah deklarasi darurat sesaat sebelum tengah malam. Sementara lalu lintas berjalan seperti biasa di Galle Face, area pusat Kolombo yang telah menjadi tempat utama protes dan pawai.
Sedangkan di lokasi protes utama di kota di luar Sekretariat Presiden, sekitar 100 orang berkumpul untuk mendengarkan pidato anti-pemerintah meskipun dalam keadaan darurat. Sementara mobil yang lewat membunyikan klakson untuk mendukung.
"Keadaan darurat ini tidak akan menghentikan protes," kata guru yang mengantarkan bantuan makanan ke tenda-tenda desa yang telah berdiri di lokasi itu selama hampir sebulan bernama Waheeda Lafir.
"Pemerintah telah membawa ini pada diri mereka sendiri, mereka harus mengundurkan diri," katanya.
Pengumuman keadaan darurat yang kedua kali dalam waktu kurang dari sebulan ini juga mengundang kecaman dari oposisi Sri Lanka dan beberapa negara barat. "Khawatir dengan keadaan darurat lainnya... Suara warga yang damai perlu didengar," kata duta besar Amerika Serikat untuk Sri Lanka Julie Chung melalui Twitter.
Sebelum pengumuman keadaan darurat, polisi menembakkan gas air mata ke lusinan demonstran di luar parlemen. Badan bantuan UNICEF mengatakan prihatin bahwa anak-anak termasuk di antara mereka yang terkena dampak gas air mata.
"Setiap orang dewasa harus bertindak dengan rasa tanggung jawab dan menghindari mengekspos anak-anak pada segala bentuk kekerasan, termasuk selama protes," katanya dalam sebuah pernyataan.