Ahad 08 May 2022 15:52 WIB

CIA Sebut China Pelajari Invasi Rusia ke Ukraina untuk Kuasai Taiwan

Beijing dinilai cukup terkejut dengan perlawanan Ukraina dan sanksi sekutu pada Rusia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Penduduk setempat memindahkan puing-puing dari rumah-rumah yang hancur setelah roket Rusia, yang terkena sistem anti-pesawat Ukraina, menghantam daerah perumahan di Zaporizhzhia, Ukraina, Kamis, 28 April 2022.
Foto: AP/Francisco Seco
Penduduk setempat memindahkan puing-puing dari rumah-rumah yang hancur setelah roket Rusia, yang terkena sistem anti-pesawat Ukraina, menghantam daerah perumahan di Zaporizhzhia, Ukraina, Kamis, 28 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) Bill Burns mengatakan, China sedang mempelajari dengan cermat invasi Rusia ke Ukraina. Pengamatan itu akan digunakan untuk menyesuaikan rencana jangka panjangnya menguasai Taiwan.

"Jelas kepemimpinan China sedang mencoba melihat dengan cermat pelajaran apa yang harus mereka ambil dari Ukraina tentang ambisi mereka sendiri dan Taiwan," kata Burns dalam konferensi Financial Times, Sabtu (7/5/2022).

Baca Juga

Menurut dia, Beijing cukup terkejut dengan perlawanan pasukan Ukraina dan sanksi yang dijatuhkan sekutu terhadap Rusia. "Saya pikir mereka dikejutkan oleh cara aliansi transatlantik bersatu untuk membebankan biaya ekonomi pada Rusia sebagai akibat dari agresi itu,” ucapnya.

Burns menilai, China khawatir dengan fakta bahwa keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin menyerang Ukraina telah mendorong kekompakan Eropa dan Amerika menjadi lebih solid. “Kesimpulan apa yang didapat dari semua itu yang masih menjadi tanda tanya,” ujarnya.

“Saya pikir kepemimpinan China melihat dengan sangat hati-hati pada semua ini, pada biaya dan konsekuensi dari setiap upaya untuk menggunakan kekuatan untuk mendapatkan kendali atas Taiwan," kata Burns menambahkan.

China diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya.

Namun hal itu tak menggoyahkan klaim China atas wilayah kepulauan tersebut. Karena situasinya demikian, Taiwan harus bersiap menghadapi ancaman agresi Beijing. Pada Februari lalu, AS menyetujui penjualan peralatan senilai 100 juta dolar kepada Taiwan. Penjualan itu bertujuan mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan sistem rudal Patriot di sana.

China telah mengecam keputusan AS tersebut. Beijing pun menyatakan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mempertahankan kedaulatan wilayahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement