REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saban hari, Twitter dipenuhi foto-foto masa lalu, kisah-kisah pribadi, dan dedikasi kepada Carrie Fisher, aktris yang memerankan Princess Leia dalam film Star Wars. Berita kematiannya di usia 60 tahun muncul pada Desember 2016.
Saat itu, koroner melaporkan, sang bintang resmi meninggal karena sleep apnea. Faktanya, sang bintang mengalami serangan jantung saat dalam penerbangan dari London ke Los Angeles, Amerika Serikat.
Hasil autopsi menemukan jejak kokain, morfin, dan ekstasi dalam sistem tubuh Fisher. Sejarah Fisher dengan penyalahgunaan zat sudah menjadi rahasia umum. Sebagian penyebabnya, banyak obat yang diminumnya untuk membantu mengatasi gangguan bipolar.
Bipolar merupakan suatu kondisi yang menyebabkan episode mania dan depresi. Pada usia 24 tahun, Fisher didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental tersebut.
Di masa lalu, Fisher mengungkapkan, dia membutuhkan waktu hingga usia 28 tahun untuk menerima diagnosis itu. Setelah beberapa kali menjalani rehabilitasi dan menjalani terapi kejang listrik (ECT) untuk membantu kecanduannya dan perjuangan panjang melawan penyakit mental, aktris itu tetap bersikeras pendidikan Hollywood-nya yang tidak stabil yang harus disalahkan atas kesehatan mentalnya dan masalah dengan obat-obatan.
Kembali pada 2000, bintang itu memberi tahu penyiar Amerika, Diane Sawyer tentang satu insiden di mana dia menderita istirahat psikotik, membuatnya dirawat di rumah sakit
"Dulu saya mengira saya pecandu narkoba, murni dan sederhana, hanya seseorang yang tidak bisa berhenti menggunakan narkoba dengan sengaja. Dan saya adalah itu. Tapi ternyata saya sangat manik depresif. Saya sakit jiwa. Saya bisa mengatakan itu," ujar Fisher saat itu, seperti dikutip dari laman Express, Senin (9/5/2022).
Dari sana, Fisher berbicara secara terbuka tentang kondisinya, bahkan di acara Star Wars, di mana dia akan meluangkan waktu ekstra untuk para penggemar yang juga berusaha mengatasi kondisi tersebut. Dia pernah menggambarkan periode maniknya seperti pikirannya mengadakan pesta sepanjang malam dan ia orang terakhir yang tiba.
"Terus dikatakan bahwa kondisi itu tidak berbeda dengan tur Afghanistan," ujarnya dalam bukunya Wishful Drink.
Salah satu momen menonjol di mana Fisher berbicara lagi tentang kondisinya terjadi pada 2016, sebulan sebelum kematiannya. Kala itu, dia menanggapi seorang anak muda, yang juga menderita bipolar, dan bertanya mengenai cara dia menemukan langkah untuk merasa damai.
"Saya diberi tahu bahwa saya menderita bipolar ketika saya berusia 24 tahun, tetapi saya tidak dapat menerima diagnosis itu sampai saya berusia 28 tahun ketika saya overdosis dan akhirnya sadar. Baru kemudian saya bisa melihat tidak ada lagi yang bisa menjelaskan perilaku saya," paparnya dalam tuilsan di The Guardian.