REPUBLIKA.CO.ID, PADANG PARIAMAN -- Warga Pauh Padang dan Sungai Buluh Barat, Kabupaten Padang Pariaman menyerahkan seekor Trenggiling atau dengan nama latin Manis javanica) dan Kukang atau Nycticebus coucang) ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat. Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono, mengatakan penyerahan satwa liar yang dilindungi ini patut diapresiasi karena masyarakat sudah turut peduli menjaga kelestarian dan kekayaan alam.
"Populasi kukang dan trenggiling ini mengalami penurunan tajam yang disebabkan oleh perburuan secara liar untuk diperdagangkan, sebagai hewan peliharaan eksotis, dan terkadang digunakan untuk obat tradisional," kata Ardi, Ahad (8/5/2022) lalu.
Ardi menjelaskan BKSDA Sumbar mendapat laporan dari masyarakat bahwa ditemukan satwa jenis kukang di Korong Tanjung Basung Nagari Sungai Buluh Barat Kabupaten Padang Pariaman di kedai buah milik Arianto pada 29 April 2022. Selain itu, satwa jenis trenggiling ditemukan di gudang milik warga yang bernama Randi anggota VES Community Sumbar di Pauh Padang pada 5 Mei 2022.
Setelah mendapat informasi dan arahan dari pimpinan, BKSDA Sumbar mengerahkan 2 tim WRU yakni tim WRU Balai dan Tim WRU Seksi II dan langsung melakukan evakuasi. Setelah dilakukan observasi oleh tim, satwa dinyatakan dalam keadaan baik tidak ada luka atau cedera dan bergerak aktif. Karena itulah menurut Ardi, pihaknya memutuskan untuk langsung melakukan lepas liar ke habitatnya.
Satwa kukang dilepasliarkan di SM Barisan Korong Asam Pulau Nagari Anduring Kabupaten Padang Pariaman pada 5 Mei 2022. Kemudian satwa jenis trenggiling dilepasliarkan di Hutan Pendidikan Biologi Unand yang berbatasan dengan Suaka Marga Satwa Barisan pada 7 Mei 2022.
"Populasi yang tersisa memiliki kepadatan yang rendah, dan kehilangan habitat merupakan ancaman besar bagi kelestarian satwa," ujar Ardi.
Ia menjelaskan menurut P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 satwa Kukang dan Trenggiling merupakan hewan yang dilindungi dengan status Kritis (Critically Endangered) berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature). Ia mengimbau masyarakat untuk tidak ada menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya.
Karena semua ini tercantum dalam UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jika melanggar sanksi hukumnya berupa pidana penjara paling lama Lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.