REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri pada Senin (9/5/2022). Pengunduran dirinya ia putuskan setelah aksi protes selama beberapa pekan menuntut PM dan Presiden mundur karena krisis ekonomi terburuk.
Seorang ajudan perdana menteri, Wijayananda Herath membenarkan bahwa Rajapaksa mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Gotabaya Rajapaksa. Namun belum ada konfirmasi resmi langsung dari kantor presiden.
Pengunduran diri itu terjadi setelah pihak berwenang mengerahkan pasukan bersenjata di ibu kota Kolombo pada Senin. Langkah ini menyusul serangan pada hari sebelumnya oleh pendukung pemerintah terhadap pengunjuk rasa yang berkemah di luar kantor presiden dan perdana menteri.
Negara kepulauan di Samudra Hindia itu berada di ambang kebangkrutan dan telah menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya. Kesengsaraan ekonominya telah membawa krisis politik di mana pemerintah menghadapi protes luas dan mosi tidak percaya di Parlemen. Serikat pekerja juga menyerukan pemogokan umum pada Senin sampai presiden dan seluruh keluarga yang berkuasa pergi.
Sementara itu pendukung perdana menteri berunjuk rasa pada Senin pagi, mendesaknya untuk mengabaikan tuntutan para pengunjuk rasa untuk mundur. Mereka kemudian pergi ke depan kantor tempat para pengunjuk rasa telah berdemonstrasi selama beberapa hari.
Saluran televisi Sirasa menunjukkan pendukung pemerintah menyerang pengunjuk rasa dengan tongkat dan jeruji besi, menghancurkan dan kemudian membakar tenda mereka. Setelah serangan itu, ratusan tentara bersenjata dikerahkan di ibu kota, karena para pengunjuk rasa menuduh polisi tidak mencegah serangan itu meskipun menggunakan gas air mata dan meriam air pada pengunjuk rasa baru-baru ini pada Jumat.
Orang-orang memblokir jalan-jalan utama untuk menuntut gas dan bahan bakar. Pada Ahad kemarin, saluran televisi Hiru menunjukkan orang-orang di beberapa daerah berebut bahan bakar.
Bentrokan ini terjadi ketika pengunjuk rasa menandai hari ke-31 mereka di luar kantor presiden dan perdana menteri menuntut agar mereka dan anggota keluarga Rajapaksa yang berkuasa lainnya mundur. Protes serupa telah menyebar ke lokasi lain dengan mendirikan kamp di kota-kota lain di seluruh negeri.
Tiga keluarga Rajapaksa lainnya dari lima anggota parlemen mengundurkan diri dari jabatan Kabinet mereka pada April. Selama beberapa bulan, warga Sri Lanka mengalami antrean panjang untuk membeli bahan bakar, gas untuk memasak, makanan dan obat-obatan, yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Kekurangan mata uang keras juga telah menghambat impor bahan mentah untuk manufaktur dan memperburuk inflasi, yang melonjak menjadi 18,7 persen di bulan Maret.