REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Turki berencana membangun 200 ribu rumah di utara Suriah untuk diserahkan kepada sekitar seperempat dari pengungsi agar mereka kembali secara sukarela, ungkap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Senin (9/5/2022). Turki adalah negara yang paling banyak menampung pengungsi Suriah daripada negara lain di dunia.
“Dengan pembiayaan dari lembaga bantuan internasional, kami telah mengerjakan proyek untuk membangun 200.000 rumah di 13 tempat berbeda di dalam Suriah untuk merelokasi 1 juta pengungsi Suriah yang tinggal di Turki, termasuk di dalamnya terdapat sekolah dan rumah sakit,” kata Erdogan kepada wartawan di ibu kota Ankara setelah pertemuan Kabinet.
Tidak ada yang meragukan bahwa jumlah warga Suriah di Turki akan turun ke jumlah yang wajar selama mereka diberikan kesempatan yang diperlukan untuk pemulangan secara sukarela, tambah dia.
Turki saat ini menampung sekitar 4 juta pengungsi selama 11 tahun perang saudara Suriah.
Dalam beberapa tahun terakhir, militer Turki telah bekerja untuk membuat wilayah utara Suriah dekat perbatasan Turki aman untuk dimukimkan kembali, sementara badan-badan bantuan Turki telah membangun sekolah, rumah sakit, dan fasilitas fungsional lainnya.
Orang asing ikut aturan Turki atau dideportasi
Mengatakan semua orang asing di Turki tunduk pada aturan tertentu tentang izin tinggal dan bekerja saat datang dari negara asal mereka, Erdogan menyatakan bahwa mereka yang tidak mematuhi aturan ini akan dideportasi.
"Jumlah warga Suriah yang dideportasi atas aturan ini telah melampaui 20.000, dan jumlah warga dari negara lain lebih dari 21.000 orang," ujar dia.
Tujuan utama dari banyaknya jumlah migran gelap yang datang ke Turki sebenarnya adalah untuk mencapai ke Eropa, tutur dia.
Sementara itu, jumlah warga Ukraina yang mencari perlindungan di Turki di tengah perang selama dua setengah bulan telah mendekati 100.000 orang, kata Erdogan.
Suriah dilanda perang saudara sejak awal 2011, ketika rezim menindak protes pro-demokrasi.
Menurut angka resmi PBB, lebih dari 350.000 orang tewas dalam konflik tersebut tetapi kelompok hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban tewas mencapai setengah juta atau lebih.
Lebih dari 14 juta harus meninggalkan rumah mereka, menjadi pengungsi ke negara lain atau pengungsi internal, menurut laporan Uni Eropa (UE).