REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Islam Bandung (Unisba) menggelar halal bihalal yang digelar secara hybrid melalui daring dan luring. Acara silaturahmi ini dihadiri oleh 1.200 terdiri dari dosen dan tendik.
Namun, dari 1.200 orang, yang diundang offline sebanyak 132 orang. Yakni, terdiri dari Warek, Ketua Lembaga, Dekan, Wadek, Kaprodi & Kabag.
Rektor Unisba Edi Setiadi mengingatkan, pada civitas akademika Unisba, Idul Fitri dapat bermakna dua. Yakni, secara literal dapat diartikan sebagai kembali makan atau sarapan setelah melakukan shaum sebulan penuh.
Selain itu dapat diartikan secara substantif yaitu sebagai kembali kepada karakter awal, fitrah. Maksudnya, kembali kepada karakter sebagai seorang muslim.
"Jadi sepanjang kita masih bisa bernapas sudah selayaknya semua yang kita lakukan diwarnai dengan niat ibadah, bahkan tidur pun bisa bernilai ibadah seperti tidurnya orang berpuasa," ujar Edi.
Oleh karena itu, dia mengingatkan, kepada diri sendiri dan kepada seluruh civitas akademika Unisba. Sebagai dosen, membaca literatur, menjalankan riset, menulis artikel, mengikuti seminar dan menjadi pembicara, mengajar mahasiswa atau mengoreksi tugas dan hasil ujian mahasiswa semuanya dapat bernilai ibadah.
"Tugas-tugas ini janganlah dijadikan sebagai beban atau hanya memenuhi kewajiban saja akan tetapi harus diniatkan sebagai ibadah supaya hidup kita bermakna," katanya.
Sebagai tenaga kependidikan, kata dia, semua civitas akademika melayani mahasiswa dengan baik, ramah dan sopan adalah aktiftas mulia bernilai ibadah yang diberikan kepada para mujahid penuntut ilmu. Untuk mahasiswa Unisba, dia mengingatkan, kembali sabda Nabi SAW bahwa menuntut ilmu adalah berada di jalan jihad.
"Oleh karena itu bersungguh-sungguhlah mengambil air kehidupan berupa ilmu dan hikmah di telaga yang jernih yang bernama Unisba," katanya.
Di Unisba, kata dia, keragaman ini nampak dalam kehidupan sehari-hari dan keragaman inilah yang memandatkan untuk saling mengenal, lita’arofu. Yakni, dengan mengenal maka kita akan memperoleh informasi yang baik dan benar dan terhindar dari prasangka. Merasa yang paling baik atau wah tidak dianjurkan.
"Dalam beberapa ayat yang lain Allah melarang kita untuk mengolok-olok, nyinyir terhadap orang lain, karena kita belum tentu lebih baik dari kelompok lain tersebut," katanya.
Prasangka, kata dia, tidak berandil sedikit pun dalam mencapai kebenaran. Oleh karena itu pesan ini sangat jelas, yakni keluarga Unisba harus dapat menjalin hubungan yang baik dan menjadi bagian dari budaya Unisba.
"Yang terbaik bukan karena hal lain melainkan karena kualitas pengabdian dan takwa," katanya.
Edi berharap, Idul Fitri kali ini menjadi momentum bagi semua keluarga Unisba untuk menemukan kembali fitrah dan menjadikannya sebagai acuan dan mewarnai aktifitas. "Momentum Idul Fitri ini kita jadikan untuk memperbaiki diri," paparnya.