REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edy Mulyadi dengan kejahatan menyebarkan berita hingga menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Edy tersandung kasus hukum akibat pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut sebagai tempat 'jin buang anak'.
"Menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong," kata salah satu jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (10/5/2022).
Jaksa mendasari dakwaannya atas pernyataan Edy saat menjadi pembicara dalam kegiatan taklimat media yang diadakan oleh LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta Pusat. Jaksa bahkan mendakwa Edy menyebarkan beberapa pernyataan kontroversial lewat akun YouTube miliknya 'Bang Edy Channel'.
Akun itu tercatat mempunyai ratusan ribu subscriber hingga mendapat plakat Silver Play Button dari Youtube. Edy disebut mendapat pendapatan lewat akun YouTube itu. Akun YouTube tersebut berada di bawah jaringan Forum News Network (FNN) yang belum terdaftar di Dewan Pers.
Jaksa merujuk konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran salah satunya berjudul 'Tolak pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat'. Video itulah yang berisi materi pernyataan Edy soal 'tempat jin buang anak'.
"Isi transkrip konten terdakwa yaitu, 'Punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak, dan kalau asalnya kuntilanak, genderuwo, ngapain gue bangun di sana," ujar jaksa yang membacakan transkrip dari konten Edy itu.
Selain itu, jaksa meyakini ada beberapa konten berhubungan dengan tindakan menyiarkan berita bohong atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Yaitu, 'Indonesia Dijarah, Rakyat Dipaksa Pasrah, Bersuara Risiko Penjara' dan 'Cuma Bancakan Oligarki Koalisi Masyrakat Tolak Pemindahan IKN'.
Atas dasar itu, Edy didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Jaksa juga mendakwa dengan pasal alternatif yakni Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156 KUHP.
Edy Mulyadi mengklaim tak memahami dakwaan yang ditujukan kepadanya. Edy meminta JPU menjelaskan kembali dakwaan tersebut.
"Saya sudah membaca, walau tidak seluruhnya. Sehari sebelum sidang ada yang antarkan ini (surat dakwaan) untuk saya baca-baca. Dan kalau dibilang ngerti saya nggak paham," kata Edy dalam persidangan tersebut.
Edy menyampaikan rasa keberatannya soal surat dakwaan yang dibacakan JPU. Ia merasa dakwaan tak tepat karena mencantumkan kontennya yang lain. Menurutnya, konten itu tak berhubungan dengan kasusnya.
"Paling nggak alasan saya begini, saya dilaporkan itu karena ucapan saya tempat jin buang anak tapi JPU cantumkan konten Youtube saya yang lain. Itu buat saya tidak paham karena melebar ke mana-mana," ujar Edy.
Edy mempertanyakan siapa pihak yang melaporkan kontennya yang lain.
"Saya enggak paham siapa yang melaporkan. Kenapa banyak akun Youtube saya ditampilkan sementara nggak ada hubungan dengan tempat jin buang anak," lanjut Edy.