REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyoroti kasus pelanggaran hukum yang diduga dilakukan anggota Polda Kalimantan Utara (Kaltara) yang diduga memiliki bisnis tambang emas ilegal dan impor pakaian bekas. Kompolnas mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kita mendukung apabila penyidikanan kasus aliran dana HSB oleh penyidik dengan melibatkan KPK. Kita sangat berharap penanganan kasus HSB dapat segera dilakukan secara etik, sambil berproses pemidanaannya," ujar Anggota Komisi Nasional, Yusuf Warsyim, dalam pesan singkatnya, Senin (9/5/2022).
Menurut Yusuf, kasus terkait oknum anggota Polri Bruptu HSB, sebenarnya bermula dari pengungkapan penambangan ilegal oleh Polda Kaltara. Kata dia, dalam kasus tersebut, penyidikan telah menjadikan Briptu HSB sebagai salah satu tersangkanya.
"Posisi penanganan kasus saat ini, masih pengembangan TPPU dari rekening dan harta kekayaan HSB sendiri," ungkap Yusuf.
Adapun kemungkinan adanya keterlibatan atasan Briptu HSB dalam kasus ini, Yusuf mengatakan, sepenuhnya diserahkan kepada proses penyidikan yang berjalan secara profesional, transparan dan akuntabel serta berkeadilan. Untuk saat ini, berdasarkan informasi yang kita peroleh, belum ada indikasi keterlibatan atasan HSB.
"Apabila dalam proses selanjutya ada indikasi unsur atasan, maka itu patut didalami. Kompolnas akan terus monitor penanganan kasus HSB sampai tuntas," kata Yusuf.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolda Kaltara Irjen Daniel Adityasa serius membongkar praktek pelanggaran hukum yang diduga dilakukan anggotanya, Briptu Hasbudi. Briptu Hasbudi adalah anggota Polda Kaltara yang diduga memiliki bisnis tambang emas ilegal dan impor pakaian bekas.
"Kasus mirip Briptu HSB (Hasbudi) pernah terjadi pada kasus Iptu Labora Sitorus yang terbongkar karena memiliki rekening gendut Rp 1, 2 triliun di Papua. Labora sitorus yg terlibat pembalakan liar, jual beli BBM ilegal," ungkap Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Sabtu (7/5).
Menurut Sugeng, kasus Labora Sitorus sendiri telah menyeret nama-nama petinggi kepolisian saat itu. Diantaranya tersebut, mantan kapolda Papua terkait aliran dana sepanjang tahun 2012, dan Juga kapolres Raja Ampat saat itu. Namun kasus Iptu Labora Sitorus terhenti pada Labora sitorus saja yang dihukum dan dijebloskan di lapas Cipinang.
"IPW mendesak Kapoda Kaltara mengungkap tuntas pihak-pihak penerima dana dari atasan-atasan Briptu HSB karena tidak mungkin atasan-atasan briptu HSB tidak tahu praktel lancung anak buahnya yg masih dalam masa dinas itu," desak Teguh.
Kemudian Sugeng juga meminta agar Penyidik Direskrimsus Polda Kaltara tidak melindungi dan menutup informasi pejabat polisi atau sipil yg mendapat aliran dana. Bahkan harus memanggil dan memeriksa mereka serta mengumumkan secara terbuka. Harus diterapkan Presisi Polri khususnya Transparansi.
"IPW mendesak Kapolri juga menurun tim Propam Mabes Polri untuk mengawasi proses pemeriksaan kasus "labora Kaltara "ini agar perintah Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas mengaca pada kasus Labora Sitorus di Papua," kata Sugeng.
Karena itu, Sugeng mengatakan, untuk itu harus diterapkan dengan tegas Perpol No. 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat) yg memungkinkan pengenaan sanksi sampai pada dua tingkat komanda diatas Briptu HSB. Kata dia, untuk dapat membongkar kasus ini dgn lebih dalam dan tuntas, Briptu HSB harus diberi kesempatan sebagai Justice colaborator .
"IPW menduga kasus ini adalah persaingan bisnis, terkait dgn setoran yg tdk lancar pada oknum-oknum petinggi polisi tertentu dan dan stop kasusnya hanya sampai Briptu HSB sebagaimana kasus Iptu Labora Sitorus," tutup Sugeng.