Rabu 11 May 2022 10:49 WIB

200 Ternak Sapi Tertular PMK, Kementan: Tingkat Kematian Rendah

Kementan melaporkan dari 200 sapi tertular jumlah ternak yang mati hanya 4 ekor

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di salah satu peternakan sapi di Desa Sembung, Gresik, Jawa Timur, Selasa (10/5/2022). Dinas Pertanian Kabupaten Gresik melakukan pembatasan area ternak dengan menutup sejumlah pasar hewan untuk memutus rantai penyebaran penyakit serta menyuntikan vitamin dan antibiotik bagi sapi-sapi yang terpapar PMK.
Foto: ANTARA/Rizal Hanafi
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di salah satu peternakan sapi di Desa Sembung, Gresik, Jawa Timur, Selasa (10/5/2022). Dinas Pertanian Kabupaten Gresik melakukan pembatasan area ternak dengan menutup sejumlah pasar hewan untuk memutus rantai penyebaran penyakit serta menyuntikan vitamin dan antibiotik bagi sapi-sapi yang terpapar PMK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat sebanyak 200 ekor ternak sapi terkonfirmasi terkena penyakit mulut dan kuku (PMK). Meski demikian, Kementan menyatakan tingkat keganasan virus yang berakibat pada kematian masih cukup rendah.

Virus PMK diketahui dari kasus pertama pada 28 April 2022. Terdapat empat daerah di Jawa Timur yang terkena penyebaran wabah PMK yakni Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto.

Direktur Jenderal Peternakan Hewan, Kementan, Nasrullah, menyampaikan dari 200 ekor yang terkonfirmasi sakit, jumlah ternak yang mati hanya 4 ekor dan 12 ekor sembuh.

"Alhamdulillah, sampai hari ini kematian sangat rendah, hanya 1,1 persen dari jumlah ternak yang terinfeksi virus PMK ini," kata Nasrullah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (10/5/2022) malam.

Nasrullah mengatkan, meski perlu diperkuat dengan hasil laboratorium lanjutan, menurutnya angka tersebut menunjukan tingkat keganasan virus PMK berada pada level yang rendah.

“Mudah mudahan bukan tipe yang ganas, tapi dengan gejala klinis kita melihat bahwa PMK ini bisa sembuh dan terbukti,” ujar dia.

Ia menutrukan, sejak pemberian obat dari kasus pertama pada 28 April 2022 lalu, hingga hari ini sudah banyak hewan ternak yang menuju pada kondisi sehat. Padahal, itu belum menggunakan vaksin, hanya berupa obat-obatan yang diberikan sesuai rekomendasi kesehatan hewan.

Terkait pengaturan serta pengawasan lalu lintas hewan ternak dan penetapan gugus tugas penanganan PMK secara nasional, Nasrullah menjelaskan, Kementan telah menetapkan sejumlah kebijakan melalui surat penetapan maupun surat edaran Menteri Pertanian.

Pengawasan dan pengaturan lalu lintas hewan ternak juga dilakukan di masing masing daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten. Ia berharap upaya yang dilakukan ini dapat mencegah kepanikan masyarakat serta memperkecil kesempatan bagi pihak yang ingin berspekulasi.  

“Untuk pemotongan tetap dilakukan di pemotongan hewan dan dilakukan secara ketat, sudah ada surat edaran Menteri Pertanian terkait penanganan pemotongan hewan yang berada di rumah potong hewan," kata dia.

Badan Karantina Pertanian (Barantan) juga mulai memberlakukan pembatasan peredaran hewan ternak dari wilayah terjangkit PMK Upaya itu ditempuh demi mencegah adanya perluasan penyebaran virus.  

Barantan telah menerbitkan Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 12950/KR.120/K/05/2022 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Kejadian PMK.

Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang, menginstruksikan unit pelaksana teknis (UPT) karantina pertanian di seluruh wilayah Indonesia agar meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas ternak untuk mencegah penyebaran masuk dan menyebarnya PMK ke seluruh wilayah Indonesia.

“Langkah pencegahan pertama adalah untuk tidak memberikan sertifikasi pada pengeluaran dan transit media pembawa virus PMK, yakni sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ruminansia lainnya, dan hewan rentan lainnya, serta daging, kulit mentah, produk susu, semen, dan embrio dari hewan-hewan tersebut yang berasal dari Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto, serta daerah lain yang terindikasi terdapat kasus penyakit PMK,” jelas Bambang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (10/5/2022).

Lebih lanjut, Bambang juga meminta jajarannya untuk berkoordinasi dengan dinas pemerintah daerah setempat, agar tidak menerbitkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) atau Sertifikat Veteriner (SV) atau Sertifikat Sanitasi terhadap media pembawa virus PMK jika di wilayah kerjanya terindikasi ada kasus PMK.

Sementara itu, penerbitan SKKH bagi media pembawa virus PMK yang berasal dari daerah yang belum ada kasus PMK harus tercantum pernyataan bahwa hewan atau produk hewan berasal dari daerah yang belum terdapat kasus/kejadian PMK.

“Untuk hewan impor, Health Requirement (HR) sebagai persyaratan mutlak pemasukan hewan wajib ada dan pejabat karantina melaksanakan tindakan karantina sesuai dengan HR. Masa karantina untuk pengeluaran antararea dan pemasukan dari negara lain ini dilakukan selama minimum 14 hari,” ujar Bambang.

Selain itu, tindakan perlakuan berupa disinfeksi dan desinsektisasi wajib dilakukan terhadap sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ruminansia lain, hewan rentan lainnya, dan alat angkutnya di tempat pemasukan, tempat pengeluaran, tempat transit, instalasi karantina hewan, dan tempat tindakan karantina hewan, serta di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Republik Demokratik Timor Leste.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement