REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Strategi nol Covid-19 yang diberlakukan oleh China untuk mengalahkan pandemi disebut tidak berkelanjutan. Seluruh warga Shanghai telah menjalani penguncian ketat selama berminggu-minggu untuk membasmi kasus Covid-19.
“Ketika kami berbicara tentang strategi nol Covid-19, kami tidak berpikir itu dapat berkelanjutan karena perilaku virus sekarang dan apa yang kami antisipasi di masa depan,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dilansir Aljazirah, Rabu (11/5/2022).
“Kami telah membahas masalah ini dengan para ahli China dan kami mengindikasikan bahwa pendekatannya tidak akan berkelanjutan. Saya pikir perubahan akan sangat penting," ujar Tedros menambahkan.
Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan mengatakan sudah waktunya bagi China untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya. Menurut Ryan, tindakan apa pun untuk memerangi pandemi Covid-19 harus menunjukkan penghormatan terhadap individu dan hak asasi manusia.
“Kita perlu menyeimbangkan langkah-langkah pengendalian terhadap dampak pada masyarakat, dampaknya terhadap ekonomi, dan itu tidak selalu merupakan kalibrasi yang mudah,” kata Ryan.
Ryan mengatakan China telah mencatat 15 ribu kematian sejak virus corona pertama kali terdeteksi di pusat kota Wuhan pada akhir 2019. Jumlah tersebut relatif rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat yang mencatat hampir satu juta kematian dan India mencatat lebih dari setengah juta kematian.
Pekan lalu, Presiden Xi Jinping menegaskan kembali komitmen China terhadap strategi nol Covid-19. Xi memperingatkan siapa pun yang mengkritik strategi tersebut akan dihukum. Pemimpin teknis WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove, menuturkan dunia tidak mungkin untuk menghentikan semua penularan virus.
“Tujuan kami, di tingkat global, bukan untuk menemukan semua kasus dan menghentikan semua penularan. Itu benar-benar tidak mungkin saat ini. Namun yang perlu kita lakukan adalah menurunkan transmisi karena virus beredar pada tingkat yang begitu intens," kata Van Kerkhove.