REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mengimbau para peternak untuk tidak panic selling dengan membanting harga murah sapinya di tengah munculnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Kita minta tahan dulu jangan jual ternaknya dengan harga murah," kata Dewan Pakar PPSKI, Rochadi Tawaf kepada Republika.co.id, Rabu (11/5/2022).
Wabah PMK yang memiliki laju penularan sangat cepat dapat membuat khawatir para peternak. Pasalnya, ternak yang terjangkit virus itu bisa berujung pada kematian.
Apalagi, kata Rochadi, PMK muncul menjelang lebaran haji di mana merupakan momen peningkatan penjualan sapi untuk kebutuhan kurban.
"Jadi dampak dari PMK ini awalnya harga jatuh di peternak," ujarnya menambahkan.
Dampak lanjutan, harga daging di wilayah yang menjadi pusat konsumen daging akan melonjak tinggi karena kehabisan stok jika panic selling tak terbengung.
Jabodetabek dan Bandung Raya menjadi dua daerah di Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi daging sapi terbesar. Jawa Timur yang saat ini menjadi sentra sapi telah terpapar PMK, terutama di Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto.
Pemerintah saat ini telah menerapkan lockdown kepada empat daerah tersebut sehingga ternak yang ada tak bisa diperdagangkan ke luar daerah.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Daerah Jawa Barat, Dedi Setiadi, turut mengimbau agar para peternak tidak menjual ternaknya secara tergesa-gesa.
"Kepada masyarakat umum, agar tidak khawatir untuk mengkonsumsi produk-produk peternakan asal sapi, yakni susu dan daging," kata Dedi dalam keterangan resminya.