REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya akan menutup seluruh pasar hewan di daerah itu per Jumat, 13 Mei 2022. Penutupan pasar hewan itu dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ternak sapi.
Kepala UPTD Pasar Hewan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Rukmana, mengatakan, berdasarkan pemberitahuan dari Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya, penutupan akan dilakukan per 13 Mei untuk seluruh pasar hewan di Kabupaten Tasikmalaya, termasuk Pasar Hewan Manonjaya. Pada pekan depan, pasar hewan yang beroperasi setiap Rabu itu tak akan beroperasi.
"Penutupan dilakukan sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Itu dilakukan karena telah ditemukan wabah PMK di Kabupaten Tasikmalaya. Soalnya kan penyebaran penyakit ini sangat cepat," kata dia, Rabu (11/5/2022).
Dari informasi yang didapatinya, sudah ada sapi yang terinfeksi di salah seorang pedagang yang berada di wilayah Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Menurut dia, sapi di pedagang itu dibeli dari Pasar Hewan Manonjaya. "Makanya di sini diperketat," ujar Rukmana.
Dia menjelaskan, sapi yang dijual di Pasar Hewan Manonjaya banyak yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, selain sapi yang berasal dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Namun, sapi-sapi dari luar daerah sudah melalui berbagai pemeriksaan sebelum masuk ke pasar hewan.
Menurut Rukmana, sapi yang berasal dari luar daerah telah dicek kesehatannya di tempat asalnya. Selain itu, sapi-sapi itu juga diperiksa di pos pengecekan yang berada di Kota Banjar. Sesampainya di Pasar Hewan Manonjaya, hewan ternak itu dicek kembali.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah melakukan pengecekan secara kasatmata. Apabila terdapat hewan ternak yang terindikasi terinfeksi PMK, sapi itu akan dipisahkan.
Menurut dia, sapi yang terindikasi PMk dapat terlihat pada bagian mulut dan kuku. Mulutnya disebut mengeluarkan bisa berlebihan. Selain itu, bagian mulutnya juga terdapat borok.
"Memang saat pengecekan, ada beberapa yang sakit. Sapi yang sakit itu kami kembalikan ke tempat asalnya. Tadi juga di sini sudah dicek sampel darahnya oleh petugas kesehatan hewan," ujar dia.
Rukmana mengatakan, sapi yang terinfeksi PMK sebenarnya masih bisa dikonsumsi. Namun, bagian tertentu seperti mulut, lidah, dan kaki, harus dibuang. "Itu juga buangnya tak boleh sembarangan," kata dia.
Ihwal penutupan pasar hewan, Rukmana menilai, sebagian pedagang mengeluhkan kebijakan tersebut. Namun, itu sudah merupakan aturan dari pemerintah pusat. "Kalau didiamkan, malah menyebar. Ternak jadi habis," kata dia.
Salah seorang pedagang di Pasar Hewan Manonjaya, Asep (32 tahun), menilai, penutupan pasar hewan itu sangat merugikan bagi para pedagang. Dengan adanya penutupan, konsumen otomatis akan berkurang.
"Pembeli tidak ada karena isu penyakit ini. Karena pembeli ragu. Jadinya kurang laku," kata dia.
Dia mengatakan, ketika kondisi normal, dalam sepekan bisa menjual 20 hingga 25 ekor sapi. Namun, dalam sepekan terkahir penjualannya merosot menjadi hanya 10 hingga 12 ekor per pekan.
Pedagang lainnya, Haer (54), menilai, penutupan pasar hewan hanya akan merugikan para pedagang. Sebab, sapi-sapi yang kondisinya sehat ikut terdampak karena tak bisa dijual.
"Harusnya pasar jangan ditutup, tapi kontrol harus ketat. Jadi yang sehat bisa tetap kejual. Soalnya kan sekarang lagi panen, mau lebaran haji," kata dia.