Rabu 11 May 2022 17:31 WIB

Presiden Filipina Terpilih Minta Tidak Dinilai dari Kasus Ayahnya

Jubir mengatakan kemenangan pemilihan Bongbong adalah kemenangan bagi demokrasi.

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha
Calon presiden, mantan senator Ferdinand Bongbong Marcos Jr., putra mendiang diktator, memberi isyarat saat dia menyapa kerumunan selama kampanye di Quezon City, Filipina pada 13 April 2022.
Foto: AP/Aaron Favila
Calon presiden, mantan senator Ferdinand Bongbong Marcos Jr., putra mendiang diktator, memberi isyarat saat dia menyapa kerumunan selama kampanye di Quezon City, Filipina pada 13 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Ferdinand Marcos Jr. atau dikenal dengan sebutan Bongbong menyatakan kemenangan dalam pemilihan presiden, Rabu (11/5/2022). Dia memastikan akan menghormati terhadap hak asasi manusia, supremasi hukum, dan demokrasi.

"Kepada dunia: Nilailah saya bukan dari leluhur saya, tetapi dari tindakan saya,” kata Juru bicara Bongbong Vic Rodriguez mengutip perkataan Bongbong.

Baca Juga

Rodriguez mengatakan, kemenangan pemilihan Bongbong adalah kemenangan bagi demokrasi. Dia berjanji untuk mencari titik temu di seluruh perpecahan politik.

Dalam penghitungan suara tidak resmi dari jajak pendapat, Bongbong mengumpulkan lebih dari 31 juta suara. Pasangan wakil presiden Bongbing, Sara Duterte, tampaknya juga menang telak.

Meski menolak disangkutkan dengan sejarah ayahnya, Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos yang berkuasa selama 20 tahun, Bongbong dengan gigih membela warisan ayahnya. Dia pun menolak untuk meminta maaf atas pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran dan penjarahan di bawah pemerintahan Marcos.

Bongbong bahkan mengunjungi makam ayahnya di pemakaman pahlawan nasional pada Selasa (10/5/2022). Dia terlihat meletakkan bunga dan, pada satu titik, tampak diliputi emosi.

Bongbong dan putri dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte berkampanye tanpa mengatakan cara mereka akan menyembuhkan luka yang telah membusuk sejak kepresidenan Macron. Mantan gubernur provinsi, anggota kongres, dan senator berusia 64 tahun itu terus merahasiakan isu-isu kunci politik, ekonomi, dan kebijakan luar negeri.

Human Rights Watch yang berbasis di Amerika Serikat meminta Bongbong untuk mengambil tindakan segera untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia di negara itu begitu dia menjabat. Salah satu isu yang perlu menjadi sorotan dengan membantu Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang menuntut Duterte dalam program anti-narkoba, kemudian membebaskan pengkritiknya yang telah lama ditahan Senator Leila de Lima, dan memerintahkan militer serta polisi untuk berhenti menargetkan para aktivis dan pembela hak.

Presiden dan wakil presiden yang dipilih secara terpisah itu akan mulai menjabat pada 30 Juni setelah hasilnya dikonfirmasi oleh Kongres. Dengan masa jabatan enam tahun tunggal, mereka siap untuk memimpin negara Asia Tenggara yang sangat membutuhkan pemulihan ekonomi setelah dua tahun wabah dan penguncian Covid-19. Mereka juga akan mewarisi harapan besar akan jalan keluar dari pengentasan kemiskinan, kesenjangan yang menganga, mengakhiri pemberontakan Muslim dan komunis dan perpecahan politik, yang hanya dikobarkan oleh kepresidenan ayah mereka yang bergejolak. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement