REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyatakan hepatitis akut berat yang belum jelas penyebabnya sebagai disease outbreak news (DONs) alias kejadian luar biasa (KLB) per 15 April 2022 dan menyebar ke sedikitnya 20 negara, termasuk Indonesia.
Meski telah meluas di banyak negara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan, WHO tidak akan menetapkan status hepatitis akut misterius menjadi pandemi karena beberapa alasan.
"Kalau dilihat dari data yang ada, tidak ada peningkatan yang signifikan kasus (hepatitis akut misterius) ini," ujar Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat mengisi konferensi virtual, Rabu (11/5/2022).
Selain itu, dia melanjutkan, perawatan hepatitis akut misterius di rumah sakit (RS) meski tercatat beberapa kasus, ternyata tidak terjadi peningkatan kasus yang luar biasa.
"Dari 20 negara melaporkan kasus (hepatitis akut misterius), hanya enam negara yang melaporkan di atas lima kasus," ujarnya.
Dia menambahkan, WHO masih menggolongkan hepatitis akut misterius ini sebagai outbreak alias wabah. Jadi, potensi hepatitis akut berat ke arah pandemi tidak terjadi. Kendati demikian, pihaknya tidak menutup kemungkinan terjadi kejadian luar biasa (KLB) hepatitis akut di tingkat daerah.
Dia menambahkan, sebenarnya sejak WHO memberikan instruksi supaya waspada terhadap hepatitis akut misterius, Kemenkes juga memberikan pengumuman kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) tingkat provinsi dan kota/kabupaten.
"Kami (Kemenkes) mengirimkan surat kewaspadaan. Kemudian kami juga memverifikasi ada 15 kasus dengan gejala klinis dan pemeriksaan yang mengarah pada kasus hepatitis akut misterius," katanya.
Dia menambahkan, Kemenkes melakukan pemeriksaan sesuai dengan kriteria WHO untuk memastikan sampel ini termasuk dalam kriteria hepatitis akut berat. Dia menyebutkan, dari 15 kasus hepatitis akut misterius, sudah ada pemeriksaan laboratorium meskipun belum lengkap.
Sementara itu, dia melanjutkan, 11 lainnya masih dalam proses pemeriksaan laboratorium. Dia menambahkan, yang diunggu dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah berasal dari virus hepatitis jenis A atau B atau C atau D, atau E. Dia menambahkan, pemeriksaan ini merupakan kriteria yang diminta WHO.
"Kalau bukan dari hepatitis tipe-tipe tersebut maka dilakukan pencarian lainnya dengan genome sequencing atau faktor lain yang berpengaruh," ujarnya.