REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengutuk pembunuhan jurnalis Aljazirah, Shireen Abu Akleh (51 tahun), saat sedang meliput aksi penggerebekan militer Israel di kamp pengungsi di Jenin, Tepi Barat, Rabu (11/5/2022). Jurnalis berkebangsaan Palestina dan berkewarganegaraan AS itu tewas tertembak di kepala.
"Kami sedih mengetahui pembunuhan jurnalis Palestina-Amerika, Shireen Abu Akleh, dan cederanya produser Ali Samoudi, hari ini di Tepi Barat. Kami menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada keluarga, teman-teman, dan mengutuk keras pembunuhannya," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki lewat akun Twitter resminya.
Dia mengungkapkan, Abu Akleh adalah jurnalis kawakan dan memiliki perhatian pada isu di kawasan. Kematiannya tentu diratapi semua orang yang mengenalnya. Psaki mengatakan, pekan lalu, dunia baru saja memperingati World Press Freedom Day.
Peringatan itu menandai peran signifikan jurnalis dalam arus bebas informasi, ide, opini, termasuk perbedaan pendapat, sebagai hal yang esensial bagi masyarakat inklusif dan toleran. "Sungguh menyayat hati melihat pembunuhan seorang jurnalis satu pekan kemudian," ujar Psaki.
Psaki menekankan, AS menyerukan penyelidikan komprehensif atas kasus kematian Abu Akleh. "Kami menyerukan penyelidikan segera dan menyeluruh serta pertanggungjawaban penuh. Menyelidiki serangan terhadap media independen dan menuntut mereka yang bertanggung jawab adalah sangat penting," ujarnya.
Psaki menambahkan, AS akan terus mempromosikan kebebasan media dan melindungi kerja-kerja jurnalis. "Kematiannya (Abu Akleh) adalah kehilangan yang tragis dan penghinaan terhadap kebebasan media di manapun," ujarnya.
Abu Akleh dilaporkan tewas akibat tertembak oleh pasukan Israel. Padahal saat meliput Abu Akleh sudah mengenakan rompi dan helm yang menandai bahwa dia adalah jurnalis. Israel membantah pasukannya bertanggung jawab atas tewasnya jurnalis yang telah bergabung dengan Aljazirah sejak 1997 tersebut.
Sebaliknya, Israel menuding militan Palestina yang menembak Abu Akleh. Militer Israel mengatakan, personel mereka ditembak menggunakan senjata berat dan bahan peledak saat tengah melaksanakan operasi di Jenin. Merespons hal tersebut, pasukan Israel balas menyerang. Meski membantah bertanggung jawab, militer Israel tetap menyelidiki insiden tersebut.
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengeklaim, berdasarkan informasi yang diperolehnya, ada kemungkinan besar orang-orang Palestina bersenjata telah menembak para wartawan yang meliput di Jenin. "Mereka yang menembak dengan liar adalah orang-orang yang menyebabkan kematian jurnalis malang itu," kata Bennett.
Palestina telah menyangkal klaim Israel tersebut. Menurut Palestina, tak ada kelompok militan di antara warga mereka, terlebih memiliki senjata berat. Hal itu mengingat ketatnya pengawasan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Baca juga : Tak Puas Tembak Jurnalis Aljazirah Shireen Abu Akleh, Israel Serbu Rumah Duka Korban