BI: Kebijakan Makroprudensial Mampu Menjaga Stabilitas Keuangan
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
BI: Kebijakan Makroprudensial Mampu Menjaga Stabilitas Keuangan (ilustrasi). | Foto: Republika/Wihdan
REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Sejumlah kebijakan makroprudensial yang di keluarkan Bank Indonesia (BI) –disebut-- mampu menjaga stabilitas keuangan, di tengah ketidakpastian ekonomi akibat dampak pandemi.
Setidaknya, ini terlihat dari kegiatan penyaluran kredit perbankkan yang kini kembali menunjukkan peningkatan, setelah BI mengeluarkan kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas system keuangan tersebut.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Agus Fadjar Setiawan mengungkapkan, sejumlah kebijakan makroprudensial telah digulirkan oleh BI di tengah kondisi pandemik.
Antara lain melalui kebijakan pelonggaran Rasio Loan To Value (LTV) Untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti maupun uang muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Dengan didukung kebijakan linier lainnya, --seperti pelonggaran pajak dan restrukturisasi kredit—ternyata cukup positif dalam memberika ruang bagi masyarakat maupun dunia usaha untuk pulih.
“Sekarang kita tahu, kredit kembali bertumbuh dan kita harapkan kebijakan makroprudensial BI yang akomodatif dan mendorong intermedias, kredit bisa tetap tumbuh stabil dengan tetap memperhatikan prinsip kehati – hatian,” jelasnya, dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (12/5/2022).
Tak hanya itu, lanjut Agus, peningkatan rasio pembiayaan UMK oleh perbankan menjadi 30 persen di tahun 2024, diharapkan juga akan mempercepat pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pendemi Covid-19.
Karena UMKM merupakan salah satu sektor yang selama ini mampu menopang pertumbuhan roda perekonomian di Indonesia, bahkan di tengah situasi yang serba sulit.
Ketentuan itu merupakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) UMKM. Sebelumnya ketentuan Bank di wajibkan untuk menyalurkan 20 persen pembiayaannya kepada UMKM.
“Secara industry, ketentuan 20 persen sudah terpenuhi tetapi ini masih perlu ditingkatkan lagi, karena UMKM merupakan lini bisnis yang perannnya sangat besar bagi perekonomian,” tambahnya.
Agus juga menyampaikan, sebagi upaya untuk mendorong perbankkan mencapai target pembiayaan UMKM sebesar 30 persen, Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan untuk mempermudah outlet pembiayaan.
Karena setiap perbankan memiliki model pendekatan yang berbeda- beda dalam pemberian pembiayaan. Misalnya ada yang dilakukan dengan membeli surat berharga, kerjasama dengan lembaga khusus UMK dan pembiayaan langsung.
Dengan ketentuan ini maka UMKM dapat dibiayaan dengan bank, perorangan dengan penghasilan rendah juga bisa mendapatkan penbiayaan modal sehingga bisa berkembang.
BI juga akan memberikan insentif kepada bank yang memeberikan kredit kepada 38 sektor prioritas yang terdampak pandemic, antara lain seperti hortikultura, tanaman perkebunan, pertambangan bijih logam, industri makanan dan minuman, industri kimia farmasi serta kehutanan dan penebangan kayu.
“Bank yang mampu memberikan pembiayaan untuk sktor prioritas akan diberi insentif berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah rata- rata sampai dengan sebesar 1persen,” tegasnya.