Jumat 13 May 2022 00:23 WIB

Kuasa Hukum Sebut Nur Alam Sukarela Bayarkan Uang Denda Rp 3,5 Miliar

Kuasa Hukum Sebut Nur Alam Sukarela Bayarkan Uang Denda Rp 3,5 Miliar

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Nur Alam.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Nur Alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, Didi Supriyanto menyebut keliru informasi terkait penyetoran pelunasan uang denda dan uang pengganti sebesar Rp 3,5 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Didi mengatakan, informasi tersebut bertentangan dengan fakta hukum yang sebenarnya.

"Pelunasan uang denda dan pengganti Rp 3,5 miliar dilakukan secara sukarela oleh Nur Alam atas kesadaran sebagai warga negara yang taat hukum, bukan karena ditagih oleh KPK," kata Didi Supriyanto dalam keterangan, Kamis (12/5).

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan menyusul pernyataan KPK yang menyebutkan bahwa pembayaran denda dan uang pengganti itu merupakan upaya penagihan yang dilakukan tim jaksa eksekutor lembaga antirasuah sebagai langkah optimalisasi asset recovery dari hasil tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Didi melanjutkan, berdasarkan amar dan pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 123/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst tertanggal 28 Maret 2018 Nur Alam dibebaskan dari dakwaan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam menerbitkan pencadangan wilayah, IUP eksplorasi, dan IUP operasi produksi kepada PT AHB.

Selain itu, berdasarkan amar dan pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi Nomor 2633 K/PID.SUS/2018 tertanggal 5 Desember 2018, Nur Alam juga dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam menerbitkan pencadangan wilayah, IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi kepada PT AHB.

"Mahkamah Agung justru melalui putusan kasasi tersebut malah telah membebaskan Nur Alam dari dakwaan tindak pidana korupsi seperti yang diatur di Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Dia mengatakan, Majelis Hakim Agung tingkat kasasi juga menegaskan bahwa tidak terbukti adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp 4,3 triliun sebagaimana yang didakwakan.

Meskipun, dia mengakui bahwa Nur Alam memang masih dianggap menerima gratifikasi sebesar  4,49 juta dolar AS atau setara dengan Rp 40,26 miliar sebagaimana ketentuan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dia melanjutkan, atas dasar itu pula Nur Alam telah mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).

Walaupun, menurutnya, hasil PK tersebut masih jauh dari rasa keadilan. Dia mengatakan, urusan gratifikasi itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan penerbitan IUP kepada PT AHB.

"Jadi KPK salah besar kalau menganggap hal tersebut berkaitan," katanya.

Seperti diketahui, Nur Alam merupakan terpidana korupsi persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

Nur Alam divonis 12 tahun penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Dia juga dijatuhkan hukuman untuk membayar denda Rp 750 juta subsider delapan bulan kurungan.

Nur Alam juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar. Pengadilan juga mencabut hak politik Nur Alam selama lima tahun setelah menjalani hukuman pidana pokok.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement