REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah Mahkamah Agung untuk mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 halal. Sebab saat ini, pengadaan vaksin non-halal sudah tidak relevan seiring kehadiran vaksin halal yang cukup beragam.
"MUI apresiasi langkah MA dalam pengadaan vaksin halal," kata Anggota Komisi Fatwa MUI KH Miftah saat dihubungi Republika, Kamis (12/5/2022).
Pengadaan vaksin halal oleh MA ini sebagaimana yang dinyatakan dalam sidang putusan uji materi pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, belum lama ini.
Menurut Kiai Miftah, fatwa mengenai vaksin terbagi menjadi dua. Pertama, fatwa terhadap zatnya (apakah suci atau tidak, dan yang kedua fatwa mengenai penggunaannya. Dalam hal ini, kata dia, terdapat empat jenis vaksin yang telah mengantongi sertifikasi halal seperti Sinovac. Sedangkan terdapat vaksin yang haram namun penggunaannya diperbolehkan karena menimbang kondisi yang terjadi saat itu, seperti Astrazeneca dan Pfizer.
"Karena ada keadaan yang mendesak saat itu, pemerintah dalam kondisi tidak bisa memilih, maka saat itu penggunaan vaksin non-halal diperbolehkan. Dengan catatan adanya kondisi darurat," kata dia.
Namun demikian, dia melanjutkan, pemerintah saat ini bukan dalam kondisi terdesak dan tanpa pilihan. Sehingga fatwa kebolehan penggunaan vaksin non-halal menjadi gugur dan tidak relevan lagi saat ini.